Giat Kerja Bakti Warga Rw. 16 Cililitan

Minggu, 8 Desember 2024 - Komunitas

LPJ Triwulan 3 Kopma UIN Jakarta 2024

Jum'at, 6 Desember 2024 - Koperasi

LMS UNJ Error, Menyulitkan Pejuang Sarjana

Rabu, 4 Desember 2024 - Teknologi Kampus

Munas Dekopin Menuju Indonesia Emas

Minggu, 1 Desember 2024 - Koperasi

Beli Isuzu Sekarang Juga! Sebelum Menyesal

Jum'at, 29 November 2024 - Otomotif

Hitamnya Dunia

By : Wafi

Ketika bulan sedang kelam
Perasaan takut yang menyelimuti
Di malam yang gelap
Tidak ada cahaya
Bagaikan lampu padam

Laut

By : Cahyo
Aliran airnya memberikan kesan
indahnya ciptaan Tuhan

    Kedalamannya...
    Menggambarkan ketenangan

Dan anginnya seolah disajikan
Hawa dingin meniupkan
seakan menggigit tubuh ini sampai menggigil

Dangdut Idol Punya UKM

Oleh Moh. Hibatul Wafi*

Perpustakaan Hibah - Forum UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) UIN Syarif Hidayatullah menyelenggarakan liga antar UKM. Forum ini mengadakan banyak kegiatan yang bersifat tongkrongan bagi mahasiswa UIN. Diantaranya Kontes Dangdut Idol, Lomba Masak, Futsal, dan Liga PS 2012.

Kegiatan ini diikuti oleh 15 UKM, yang meliputi KOPMA, RIAK, MENWA, KSR, Teater, Arkadia, Ranita, Pramuka, LDK, Hiqma, PSM, Forsa, Kalacitra, LPM, dan Flat Bahasa. Mereka sangat berantusias dalam kegiatan yang diadakan oleh Forum UKM.

Pembukaan liga ini diawali dengan kontes "Dangdut Idol", yang diselenggarakan di pelataran SC (Pusat Kegiatan Mahasiswa) pada Kamis (31/5) malam.

Selain kontes dangdut yang sangat meriah, warga UKM merasa senang karena musik yang digunakan tidak memakai alat elektronik saja, melainkan mereka memakai kecrekan, gendang, dan sebagainya. Lagu yang dinyanyikan pun enak dinikmati, apalagi ditemani rokok dan secangkir kopi.

“Mari bergoyang”, begitu yang diteriakkan oleh kontestan dari UKM Pramuka. Dengan sangat antusias para penonton pun langsung berteriak menyemangati dan ikut bergoyang ria. Dengan lekukan goyangan tubuhnya, dia terus berdendang dan mengajak kawan-kawan yang ada di sana ikut merasakan nikmatnya bergoyang dangdut.

Penilaian kontes ini dilakukan oleh dewan juri dari UKM PSM yang sangat kompetitif dalam memberikan nilai. Dewan juri juga menilai semua kontestan yang ikut dangdut idol sangat spektakuler. Begitulah keadaan malam itu yang sangat meriah di pelataran SC.

*Mahasiswa yang masih belajar menulis dari apa yang telah dialami.

Facebook Hacker

Pengen dapetin software yang dapat mengetahui akun dan password facebook orang lain??? Silahkan download sekarang juga disini.

Copet Angkutan Umum Sampai Lembaga Pemerintah

Oleh Dede Supriyatna*

Ngegosip seperti sudah menjadi hal yang biasa dilakukan oleh ibu-ibu. Apa yang meraka gosipkan tentunya bermacam-macam dari bumbu dapur, harga kebutuhan pokok, baju baru menjelang lebaran, dan terkadang merambat pada hal-hal sedang melanda Bangsa ini.

Seperti yang sedang meraka obrolkan tentang copet, kata copet terlontar dari mulut seorang permpuan dengan rambut yang telah memutih, bagaimana ia bercerta copet dan langsung dikomentar oleh yang lain.

Para ibu-ibu yang ikut berkomentar ikut memeriahkan tentang masalah copet, dan secara kebutalan terdapat seorang bapak-bapak yang ikut menanggapi ungkapan tentang copet. Ia bercerita tentang copet yang sering beroperasi bus kota jurasan Ciputat – Kampung Rambutan dan biasa orang-orang menyebutnya dengan sebutan 510.

Di mana copet akan beroprasi, jika di bus kota jurusan Ciputat-Kampung Rambutan biasanya daerah oprasi cepat saat bus tersebut ke luar dari tol yang akan memasuki Pasar Rebo, dan sebalik jika dari arah Kampung Rambutan maka daerah oprasinya di keluar tol yang akan menuju Lebak Bulus. [Baca Selengkapnya]

Sesajen

Oleh Dede Supriyatna*

Namanya Sesajen, sebuah nama yang sudah tak asing lagi terdengar. Namun, akan terdengar janggal jika nama tersebut melekat pada sebuah nama komunitas. Sebuah komunitas yang terlahir dari sebuah tongkrongan.

Saat itu, kami lagi asik nongkrong,sambil berbincang-bincang perihal politik yang melanda bangsa kita, tak hanya obrolan itu saja, obrolan perihal sosial, budaya, dan ekonomi pun terjadi. Dan terkadang obrlan merambat pada sastra, meskipun kami tak tahu tentang sastra itu sendiri.

Semenjak itu, akhirnya kata Sesajen terlahir begitu saja, tanpa sebuah perancanaan atau landasan filsafat. Mungkin karena kami penyuka kopi hitam, dan seakan-akan kopi hitam wajib hukumnya sebagai ajang untuk mempertemukan kami.”

Maka seperti Sesajen yang harus menyajikan sesuatu untuk sebuah ritual penghubung antar manusia dengan alam yang lain, begitu juga kopi hitam yang kami anggap sebaga ritual penghubung antar kami, dan menjadikan kami lebih erat. Demikianlah penuturan Adit yang merupakan salah satu anggota dari komunitas sesajen.

Lalu ia menambahkan, bahwa kami masih baru, dan kami hanya kumpulan orang-orang yang hendak menghabiskan malam dengan obrolan itu. Dan apa yang kami obrolakan bermacam-macam, seperti terkadang kami mengobrol dengan sok tahu berkomentar terhadap karya sastra yang diterbitkan di salah satu mendia nasionanal, dan juga hal-hal yang telah saya utarakan. [Baca Selengkapnya]

Silahkan Masukan Ke Panti

Oleh Dede Supriyatna*

Siapa yang mau masuk ke panti? Mungkin bagi orang-orang yang selama ini, asik dengan jalanan pun enggan. Sebagaimana penuturannya terhadap Panti tersebut, seorang anak yang berumur 10 tahun, dengan perawakan yang mungil kudapati di Bundaran Hotel Indonesia (HI). Ia berkisah tentang saat ia berada di dalam panti tersebut, karena merasa tak nyaman ia pun lari. Seandainya saja di Panti tempatnya enak, saya mau tinggal di Panti.

Waktu itu, saya kena rajia, dan bersama teman-teman kena rajia. Banyak yang kena rajia, satu mobil penuh. Setelah dirajia saya dan teman-teman dimasukin di panti, kalau teman-teman saya ditebus akhirnya mereka bebas, sedangkan saya kabur dari Panti. 

Kalau kena rajia lagi, saya akan kabur. Dari pada lari pas rajia, pasti dikekar dan bisa dipukul juga. Lalu ia pun melanjutkan kata-katanya, dia juga kena rajia sambil menunjuk gerombolan anak-anak sepantarannya berada di Bundaran HI, kepada salah satu dari mereka memegang gitar kecil. Anak yang ditunjuk hanya tersenyum, kalau dia ditebus. 

Ia langkahkan kakinya menuju anak yang memenggan gitar yang berjarak tiga atau empat langkah darinya, ia pun langsung mainkan sambil berujar kembali “Sejujur, saya juga malas berada di sini, enakan di rumah tidur.” Waktu memang telah menunjukan tengah malam. 

Pandangannya mengarah pada 3 warna lampu dengan satu tiang menancap pada samping jalan raya, agar lampu tersebut berdiri kokoh. Dan secara tiba-tiba ia berlari tatkala sebuah warna merah menyala, ia pun akan hampiri deretan mobil-mobil mengkilap berhenti. [Baca Selengkapnya]

*Sumber: Warta Angkringanwarta.

Open Recruitment Anggota KOPMA UIN Syarif Hidayatullah


Sekilas tentang KOPMA:
UKM KOPMA adalah suatu Unit Kegiatan Mahasiswa bidang Koperasi. Dan kini telah dibuka pendaftaran baru Anggota KOPMA untuk Triwulan II periode 2012/2013.

OPEN RECRUITMENT
ANGGOTA KOPERASI MAHASISWA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
COOPERATIVE-ENTREPRENEURSHIP MOVEMENT AND EDUCATION

2% Adalah Jumlah Minimal ENTREPRENEURSHIP yang Dibutuhkan Sebuah Negara untuk Mencapai Kemakmuran – David Mc. Clelland

Persyaratan:
  1. Semua mahasiswa aktif dari seluruh Fakultas dan Jurusan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
  2. Memiliki keinginan untuk mengenal, belajar, dan ikut dalam Gerakan KOPERASI dan KEWIRAUSAHAAN.
  3. Telah memiliki bisnis atau memiliki hasrat dan minat dalam kewirausahaan serta siap dikelompokkan dalam Kelompok Bisnis Bentukan KOPMA UIN SYAHID JAKARTA.
  4. Melengkapi berkas dan kepentingan administratif lainnya dan mengikuti segala rangkaian Open Recruitment Anggota KOPMA UIN SYAHID JAKARTA.
Alur Penerimaan Anggota:
  1. Pendaftaran Calon Anggota.
  2. Wawancara Calon Anggota.
Agenda:
  • 14 s/d 30 May 2012 : Sesi Pendaftaran
  • 24 s/d 08 Juni 2012 : Wawancara
  • 09 Juni 2012 : Pembentukan dan Mentoring Kelompok Bisnis
  • Coming Soon : KOPMA EXPO.
Keterangan:
  1. Uang Simpanan Anggota Rp 20.000,- (dapat diangsur).
  2. Seluruh rangkaian kegiatan wajib diikuti oleh Calon Anggota.
  3. Pendaftaran dilakukan @ Sekretariat KOPMA UIN SYAHID JAKARTA, Student Centre Lt. 1 Depan Parkiran SC.
Contact:
  • Yordan : 089661211062
  • Rima : 083893865684

Habiskan Malam Di Angkringan

Oleh Dede Supriyatna*

Kata angkringan, merupakan sebuah warung yang menjajakan makanan seperti, nasi kucing, sate kulit, sate ayam, sate usus, sate telur, sate bakso. Dan juga berserta minumannya yang terdiri dari es teh, es jeruk, dan wedangan yang dapat menghangatkan tubuh, yakni susu jahe.

Dan adapun untuk menu nasi kucing ini yang mungkin sedikit aneh, sebuah menu berupa nasi dengan lauknya, dan ditambah sambal berada dalam satu bungkus, bungkusan pun dapat berupa daun pisang, atau pembungkus lain. Lalu kenapa nasi kucing, ada orang yang mengatakan namanya nasi kucing, hal ini disebabkan porsi nasi tersebut, yakni seukuran dengan porsi makanan kucing.

Sebuah makanan yang sederhana, sesederhana tempat untuk menjajakan makanan dan tempat para pembeli, tak perlu sebuah ruangan yang besar, atau hal-hal yang wah, hanya diperlukan sebuah gerobak yang di naungi oleh tenda. Lalu di samping gerebak tersebut terdapat kain yang menutupnya, sedangkan untuk menerangi gerobak tersebuk digunakan senter.

Mereka, para pembeli dapat menikmati makanan tersebut di dalam tenda, atau pun di luar gerobak dengan berduduk beralaskan tikar, atau hal yang lain. Untuk kata angkringan sendiri merupakan kata berasal dari daerah Jawa Tengah, lebih khusunya, yakni daerah Yogyakarta dan sekitarnya, dan di daerah Solo juga terdapat angkringan. Namun kini, untuk menikmati hidangan tersebut tak perlu ke daearah asalnya. Sebab keberadaannya telah merambat di kota-kota besar, seperti halnya yang terletak tak jauh dari pertigaan Gintung. Jika dari arah Lebak Bulus maka akan melewati pertigaan tersebut, dan .... [Baca Selengkapnya]

Hagakure

Oleh Yamamoto Tsunetomo*

Buku Hagakure merupakan buku yang menceritakan The Wisdom of Samurai yang artinya "Kebijaksanaan Samurai". Inti dari buku ini adalah pintu masuk untuk memahami pemikiran dan filsafat hidup kaum samurai, yang mengandung banyak kebijaksanaan dan pengetahuan yang dapat direnungkan, sekaligus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

*Beliau adalah penulis buku HAGAKURE. 

Diterbitkan oleh onCor (semesta ilmu)
Jl. Merdeka Timur, Perum Griya Kencana, Blok AC/14, Depok 16417
Telp. Redaksi: 085658929767
Telp. Marketing: 085717718526
Email: oncorsemesta@gmail.com

LTMNU Mengadakan Mudik Gratis

Oleh Abdullah*

Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) untuk pertama kalinya mengadakan program mudik gratis. Ini merupakan upaya NU supaya lebih dekat dengan warganya melalui program-program yang langsung dirasakan. Sosialisasi pun dilakukan melalui internet, spanduk, dan dari mulut ke mulut. Yang jadi sasaran khusus adalah pesantren-pesantren NU yang ada di Jakarta, seperti di Ciganjur, Assafiiyah dan banom-banom NU. Hingga Senin, (22/08) jumlahnya sekira 1200 orang.

Menurut KH. Abdul Manan, ketua LTMNU, tujuan mudik gratis LTMNU ini adalah untuk meringankan pemudik yang rata-rata warga nahdliyin dalam merayakan hari raya Idul Fitri 1432 H di kampung masing-masing.

Dan ongkos bus yang biasa digunakan untuk membeli tiket, dapat digunakan untuk membelikan oleh-oleh untuk keluarga yang telah menunggu kampung,” tambah Manan saat ditemui di Gedung PBNU lantai 4, (23/08) pukul 15.00 Wib.

Pihak LTMNU sendiri telah bekerjasama dengan berbagai pihak sehingga dapat menyiapkan 25 bus. Masing-masing bus bisa menampung 50 orang. Rencananya bus akan berangkat serentak tanggal 25 Agustus. [Baca Selengkapnya]

Merdeka 100%

Oleh Dede Supriyatna*

Berapa hari yang lalu seorang teman berkata pada saya, ia mengungkapkan tentang kemerdekaan 100% yang digagas oleh Tan Malaka. Atas apa yang diungkapkannya, akhirnya kami tanpa sadar berdialog perihal tersebut.

Secara pribadi, saya kurang mengetahui pemikiran Tan Malaka, jadi wajar jika saya menanyakan perihal kemerdekaan 100% tersebut. Dari mempertanyakan maksud dari kemerdekaan 100%? Lalu secepat kilat teman saya menjawabnya, ia mengatakan bahwa dalam kemerdekaan 100% tak ada yang menginterpensi atau pun diinterpensi. Lalu kembali saya bertanya padanya, apakah sekarang kita sudah merdeka 100%? Secara tegas, ia menjawab belum. Sebab kita masih diinterpensi.

Selintas Panjang lebar ia menjabarkan tentang Indonesia, kita masih dijajah oleh pihak asing, dan kita masih dijajah oleh orang Indonesia sendiri, begitu banyak penjabaran darinya. Tapi,satu hal yang hendak saya simpulkan dari obrolan, yakni bagaimana ia berbicara tentang pengusaha asing yang berkerjasama dengan orang-orang Indonesia.

“Lantas solusinya bagaimana, agar kita terlepas dari penjajahan dan kita dapat merdeka 100%?” Sepertinya teman saya kaget dengan pertanyaan saya, lalu ia merenung untuk menjawabnya. Belum sempat ia menjawab, saya telah berkomentar kembali, mungkin Indonesia suka untuk dijajah dan tak mau merdeka.

Jika Indonesia suka untuk dijajah, lalu bagaimana mungkin kita dapat merdeka 100%. Kita lihat saja dari hal-hal yang terkecil, yakni makanan, dan minuman. Coba tengok saja beberapa orang yang secara sengaja datang ke KFC, atau sejenisnya, dan begitu juga dengan minumannya berapa orang yang datang untuk nongkrong di Seven Eleven, atau sejinisnya. Bukankah kita telah diinterfensi oleh makanan dan minuman tersebut. [Baca Selengkapnya]

Tentang Angkringanwarta.com

Oleh Angkringanwarta*
Bermula dari celetukan seorang sahabat saat kami menikmati kopi di Taman Ismail Marzuki (TIM). Ia bercerita kenapa enggak membuat sebuah yang mungkin tak pantas atau pantas untuk disebut media dengan nama angkringan. Kenapa angkringan. Tak lain, disebabkan, warung angkringan menjual makanan, minuman dengan cara yang sederhana dan murah dan di warung itu, kita bisa ngopi sambil ngobrol bebas.

Maka dari sana ide itu berkembang menjadi "angkringanwarta", yakni tempat nokrong untuk berbagi informasi, pengetahuan, dan hal-hal yang lainya. Dan informasi itu yang pada akhir tertuang dalam bentuk tulisan untuk saat ini, mungkin untuk lain kali bisa melalui kamera.

Adapun bentuk atau jenis tulisan kami persilahkan terserah kepada anda yang mengirimkan tulisan, tapi untuk saat ini kami hanya menyediakan kolom yang tertera di angkringanwarta. Namun, meskipun demikian kami membebasakan tulisan tersebut, diharapkan tulisan tersebut masih bisa dipertanggungjawabkan.

Maka untuk itu, siapa pun boleh ikut bergabung baik di www.angkringanwarta.com, atau melalui Facebook. Dan jika anda berminat mengirimkan tulisan, atau ingin agar tongkrongan (komunitas) yang anda geluti untuk kami muat di angkringanwarta, atau kita bisa bertukar tempat nongkrong, kami persilahkan untuk saling berhubungan. [Baca Selengkapnya]

Kopi Kring-Kring...

Oleh Dede Supriyatna*

Bagaimana rasanya jika saat mengobrol tanpa adanya secangkir kopi? Mungkin ada yang menganggap keberadaan kopi tidak terlalu penting, tapi akan berbeda pula bagi para penikmat kopi. Bagi mereka yang menganggap kopi sudah menjadi bagian dari tongkrongan, tentunya akan merasakan bagaimana rasanya jika tidak terdapat secangkir kopi.

Apa yang mereka lakuakan, mungkin mereka akan berlari untuk mencari tempat ngopi lalu melanjutkan obrolannya. Dengan adanya secangkir kopi dapat memberikan sebuah pencerahan yang dapat suasana hangat antarnya terjalin. Warung kopi biasanya disebut dengan warkop, mereka berdiam dalam satu ruang dan menunggu pembeli. Para pembeli memesan kopi lalu mengobrol dengan santai... [Baca Selengkapnya]

Sinetron Nazaruddin

Oleh Dede Supriyatna*

Gambar: detiknews.com
Namanya Muhammad Nazaruddin, ia sekarang merupakan mantan bendahara umum partai Demokrat, beberapa hari yang lalu namanya mulai ramai diperbicarakan, dan dalam sekejap sosoknya  melambung tinggi, bahkan keterkenalan bisa disejajarkan para artis papan atas.

Siapa dia, kenapa namanya begitu terkenal? Dari kabar yang beredar bahwa ia adalah seorang yang diduga melakukan penyelewangan anggaran terhadap pembangunan wisma atlet di Palembang, atau bahasa lebih enak ia diduga melakukan korupsi.

Belum tentu benar tidaknya dugaan tersebut ia telah jalan-jalan ke luar Negeri, dan atas kepergiannya media kembali ramai memberitakan tentangnya, dan ini adalah jilid ke dua dari kasus Nazaruddin. Meskipun demikiaan terdapat juga orang-orang yang ikut membela, dengan alasan hak asasinya.

Lambat laun kehadiran yang acapkali membuat para elit politik gerah atas SMS yang ia kirim, perdebatan kembali sengit terutama dalam tubuh partai Demokrat, hal ini juga yang membuat bapak Presiden kita turun tangan untuk menenangkan gejolak yang terjadi di dalam partai Demokrat. Mungkin pak SBY merasa masih punya tanggungjawab selain tanggungjawab atas nama pemimpin Negara.

Dan sekarang setalah terhitung entah berapa lamanya, akhirnya berita muncul dengan persoalan kasus penangkapan Nazaruddin, acara pemulangan Nazaruddin terasa istimewa, sebab tak tanggung-tanggung anggaran yang dikuluarkan mencapai hitungan Milyar... [Baca Selengkapnya]

Proyek Buat Yatim

Oleh Dede Supriyatna*

Apa yang ditunggu saat berpuasa, selain suara adzan maghrib sebagai tanda berbuka. Dengan terdengarnya suara tersebut, maka kita seperti terbebas dari kurungan berupa larang untuk makan dan minum. Kebebasan yang terasa nikmat walau hanya seteguk air putih, dan hal ini hanya dirasakan oleh orang yang berpuasa. Tapi, mungkin apa yang saya ungkapan bisa berbeda dengan yang lain.

Dan untuk berbicara mengenai hidangan di bulan puasa terkadang tersaji hidangan yang tak seperti biasanya, yakni kolak atau sirup, dan bisa juga es buah. Hal ini dilakukan mungkin dikarena adanya anjuran untuk berbuka dengan yang manis-manis. Tak hanya anjuran yang seperti itu saja, sebuah anjuran untuk saling berbagi dengan yang lain membuat maraknya fenomena di bulan puasa, semisal Buka Bersama (Bukber), sahur, amal, dan yang lain-lain.

Maraknya Fenomena di bulan puasa ini, terutama di bidang Bukber, orang-orang pun berlomba untuk melaksanakan Bukber tersebut, tentunya dengan harapan sebuah pahala yang melimpah, sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Nya.

Maka agar mendapatkan pahala tersebut, beberapa orang yang mengadakan Bukber dengan anak yatim, orang yang kurang mampu. Mereka para anak yatim dan orang-orang tak mampu dikoordinir untuk menghadiri acara Bukber.

Sebuah acara Bukber dikemas agar acara yang bernama  Bukber  dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu, mereka membentuk sebuah kepanitian. Dari beberapa yang menjadi panitia bekerja keras untuk mensukseskan proyek Bukber bersama anak yatim. Pekerjaanpun dilakukan dari membuat proposal, meminta anggaran, dan segala macam.

Setelah propel terselesaikan,  tugas mereka pun berlanjut kepada pembentukan tim, yakni sebuah tim yang bertugas untuk mencarikan sebuah dana. Pencarian dana pun dilakukan ada yang mendatangi secara langsung, lalu mereka cukup dengan sedikit berbicara maksud kedatangannya, dan ada juga melalui proposal agar bersedia menjadi donator, pokoknya bagaimana acara ini sukses.

Dan tim pencari anggaran tentunya berbeda dengan mereka yang melakukan Bukber menggunakan uang pribadi. Dan berbeda juga dengan menggunakan uang pribadi yang berharap sungguh-sungguh mendapatkan pahala. Dan semoga melakukannya dengan sungguh-sungguh..... [Baca Selengkapnya]

Dialog Ayah Dengan Sang Anak

Oleh Angkringanwarta*

Selepas bergelut dengan aktivitas, akhirnya ia melaju sepeda motornya untuk segera bercengkrama dengan anak dan istrinya. Sesampainya di rumah, ia langsung membersihkan badan lalu datangin meja makan yang tersaji ala kadarnya, di sana telah duduk sang istri yang tersenyum saat sang ayah memandangnya, dan di sampingnya duduk sang anak yang sudah tak sabar untuk melahap makanan. Sambil melahap makanan yang tersaji, ayah bertanya pada anaknya yang masih berumur 7 tahun: [Baca Selengkapnya]

Toraja Di Phoenam

Oleh Dede Supriyatna*

Tanah Toraja, sebuah nama yang sudah tak asing terdengar. Lalu apa yang membuat namanya begitu terkenal? Mungkin salah satunya adat-budaya, sehingga membuat para wisatawan berkunjung. Namun, selain itu semua, ada satu hal yang tak kalah terkenal, yakni biji kopi yang berasal dari Toraja.

Biji kopi yang dalam urasan rasa bisa disejajarkan dengan biji kopi yang lainya, semisal biji kopi yang berasal dari Aceh, atau luar Indonesia.  Namun, dalam urusan rasa semuanya kembali pada selera masing-masing, yang jelas dalam masalah rasa kopi Indonesia tak kalah dengan yang Negara yang lainnya.  

Lantas apa yang menjadikan pembeda antar kopi? Untuk pertanyaan tersebut biarlah mengalir begitu saja, dan tak usah direnungkan untuk mencari perbedaan.  Sejujurnya dalam masalah ini, saya pun belum dapat membedakannya. Tapi, yang perlu kita lakukan hanyalah merehatkan sejenak segala macam aktivitas sambil menikmati secangkir kopi, sambil menikmatinya, dan semoga saja mampu memberikan sensasi kala ujung lidah menyentuh cairan hitam tersebut.

Dan untuk menikmatinya, kita tak perlu datang ke Toraja, cukup singgah di warung kopi Phoenam yang terletak tak jauh dari Tugu Tani, tepatnya berada di jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat.  Untuk masalah harga cukup lumanya murah, secangkir kopi seharga Rp 9000,00, dengan suasana santai yang dapat dijadikan aternatif untuk tempat tongkrongan..... [Baca Selengkapnya]

Jalan Aspal Bulan Lima

Oleh Abdullah Alawi*

Masyarakat kampung Pojok terharu melihat drum-drum yang ada di pinggir jalan itu. Katanya berisi aspal. Sebentar lagi jalan mereka akan hitam seperti di kota. Cita-cita yang ditunggu bertahun-tahun kini hampir terlaksana. Mereka masih ingat dengan merelakan sebagian tanahnya untuk pelebaran jalan. Pohon kelapa, nangka, rambutan yang sedang berbuah diruntuhkan. Menurut pak kades, jalan kampung Pojok akan diaspal pada bulan lima tahun itu juga. 

Tapi bulan lima tahun itu pengaspalan tidak jadi. Masyarakat bertanya-tanya, tapi tak ada jawaban yang pasti. Pak kades jarang ada di kantor desa. Di rumahnya pun isterinya menggeleng kepala. Mereka tak bisa berbuat apa-apa. Tak kuasa menagih janji. Kalau pun ada yang berani, mereka akan mendapat janji yang lain. Yang melenakan. Janji di atas janji. Mereka hanya bisa bersabar. Orang sabar disayang Tuhan. Mungkin bulan lima tahun depan. Mereka akan menunggu sambil membajak sawah, menyiangi kebun, membabat huma. Dan tetap membayar pajak karena pak kadus tak pernah absen menunaikannya meski kakinya sudah reumatik. 

Bulan lima tahun kemudian datang lagi. Ketika masyarakat kampung Pojok menanyakan perihal pengaspalan, pak kades menerangkan dengan berbelit-belit dan panjang lebar, yang tak sepenuhnya dimengerti. Lalu mereka pun pulang dengan menggondol tanda tanya, “ada apa dengan pak kades?” Akhirnya mereka kembali mencangkul sawah, menyabit rumput, menggembala kerbau, menyiangi kebun, membabat huma. Mereka kembali menunggu. Mereka orang-orang sabar. Orang sabar kan disayang Tuhan. Dan tentu saja tetap membayar pajak. Itu wajib! Karena pak kadus tak pernah absen menunaikannya meski kakinya belum sembuh dari reumatik.

Bulan lima datang lagi dengan harap-harap cemas. Lalu pergi tanpa pamit. Tanpa membawa aspal. Tanpa stoom. Mungkin tahun depan. Mungkin tahun depannya lagi. Ketika pemerintahan desa berganti, mereka berharap pada pemerintah desa yang baru. Tapi ketika ditanyakan, mereka hanya mendapatkan jawaban demikian, “Itu urusan pemerintah yang lalu, kami tidak tahu-menahu.” Kades yang baru sama saja. Tak jauh berbeda dengan sebelumnya. Beda orang, tapi sistemnya sama.

Beberapa orang tua ada yang mati. Sebelum mati, orang itu bilang pada anak-anaknya, “Bulan lima jalan kampung kita akan diaspal.” Orang-orang yang mendengar bertanya hampir berbarengan, “Bulan lima tahun kapan?" Tapi orang tua itu tak memberi jawaban karena keburu meregang nyawa. ?” Orang tua itu mati membawa kepenasarannya. Anak-anak pun banyak yang lahir. Generasi yang akan mendapat kabar dari orang tuanya bahwa kampung Pojok akan diaspal bulan lima.

Akhirnya, masyarakat kampung Pojok berkesimpulan, jalan mereka akan diaspal bulan lima. Cuma peremasalahannya, entah bulan lima tahun kapan. Mereka tak bisa menentukannya.
***

Hitam Putih

Oleh Pandi Merdeka*


Wajahnya bingung di depan sebuah meja. lawanya tersenyum nakal seraya mengejek. namun papan hitam putih itu diam. Ramid berusaha menyelamatkan sebanyak mungkin pion-pion caturnya. Dia kembali bingung dan berpikir lebih keras. haruskah dia menjadikan rakyatnya martir bagi pandangan dan tujuan yang hendak dicapainya, menang! Pion-pion catur mungkin tidak hidup dan catur hanyalah sebuah permainan. Ramid tahu pasti bahwa dia tidak mungkin menang jika tidak mengorbankan beberapa rakyatnya.

Dulu ketika Ramid pertama kali belajar catur dengan ayahnya, Ia takjub dengan posisi posisi yang ada di dalamnya. ada raja, ratu, kuncung, kuda dan benteng, tak ketinggalan barisan pion yang berjejer seragam didepan para pejabat negara putih dan hitam.

pion melangkah dan perang pun dimulai. 10 langkah pertama saling menyusun strategi, berusaha menyusupkan perwiranya ke dalam jantung pertahanan lawan. tidak ada yang bisa dilakukan tanpa pengorbanan. tidak ada yang bisa diandalkan dari taktik yang sama berulang ulang. zaman berkembang demikian juga catur. walau catur tidak pernah menambahkan personil atau kawasan. [Baca Selengkapnya]

Sejahtera Dengan Kopi

Oleh Dede Supriyatna*

Diseruput sedikit saja atau sekedar membasahi lidah, lalu biarkan lidah mengecap rasa tersebut, dan jika tak bisa diucapkan maka tak usah diucapkan, memang bukan untuk diucapkan, melainkan dirasakan. Terkadang rasa tak perlu diucapkan dan hanya dirasakan. Jikalau dipaksakan untuk diungkapan hanya membuat kehilangan rasa. Sebab ungkapan tak mampu mewakili rasa yang sesungguhnya. 

Sebagaimana bahasa enak, seakan mewakili semua rasa tentang enak, enak yang bagaimana? Dan kita hanya kebingungan untuk menjawabnya. Seperti itu kisah kopi yang terhidang saat kami berjalan menyusuri malam, lalu singgah disalah satu kedai kopi.

Dan tatkala pesanan telah tersaji di meja, secangkir kopi dengan kepulan asap menaburkan aroma khas. Dengan perlahan-lahan bibir menyentuh muka cangkir dan secara berlahan menyeruputnya, sebuah seruputan pertama menempel pada ujung lidah, tak ada yang mengetahui apa yang terjadi? Dan yang kutahu ini hanyalah kopi, kopi  yang berasal dari daerah Aceh. 

Perasaan itu, mengingatkan pada hidangan kopi yang sudah-sudah, sebagaimana pada berada di dalam mal yang menjajakan hidangan kopi luwak yang harga satu cangkir mencapai Rp 100.000,00, dan ada juga kopi Toraja dengan harga mencapai Rp 85.000,00. 

Harga yang cukup menguras kantong, atau bisa dikatakan cukup mahal untuk sebagaian orang. Maka hanya sebagaian orang yang rela mengeluarkan uang sebanyak itu, agar dapat merasakan kenikmataan kopi. Tapi, untuk sebuah kenikmatan berapapun akan dibayar, apalagi jika seseorang telah mengalami kecanduan. 

Dalam obrolan malam itu, kami berbicara seputar kopi, apakah daerah tertentu mewakili rasa kopi yang berbeda? “iya” sebuah jawaban yang cukup singkat, tapi mengundang rasa ingin tahu yang cukup dalam bagaiman rasa kopi tersebut, khususnya bagi para pencinta kopi. [Baca Selengkapnya]

Ketika Curhat Dilarang

Oleh Dede Supriyatna*

“Saat curhat dilarang.” ungkapanku padanya, sambil menunggu tanggapan atas celetukanku. “Siapa yang ngelarang, kenapa dilarang, enggak mungkin, memang ada,” begitulah reaksi yang agak histeris atas celutukan saya.  

Berbicara mengenai curhat,  mungkin hampir seluruh atau sebagian orang pernah melakukanya, walau hanya sekedar mengutarakan sebuah unek-uneknya, mengeluh, dan yang lainnya. Sebuah curhat terkadang datang begitu saja tanpa disadari, seperti halnya saat kita berada di jalan raya lalu mengumpat atas jalanan yang macet, saat berobat dengan biaya yang mahal.

Dan bisa juga, kondisi lainya, kondisi yang secara kebetulan singgah di dalam benak manusia sehingga membuat perasaan batinnya resah. Maka ata apa yang menimpanya, ia berusaha meluapkan dengan cara berbicara langsung, atau menulisnya dengan berharap mendapatkan solusi atau minimal ada orang yang menyikapinya. 

Sepertinya persoalan curhat sudah lazim dalam kehidupan kita, namun apa yang akan terjadi jika curhatan dilarang? Mungkin bukan sebuah jawaban yang akan didapat, melainkan pertanyaan yang terlontar sebagaimana pada awal kalimat di paragrap pertama. 

Maka untuk itu pula pelarangan curhat tak bisa dilepas dalam persoalan kekuasaan. Berbicara mengenai kekukuasaan sudah terlampau banyak contohnya. Dan tak usah lagi kita berbincang-bincang tentang siapa yang pernah mengalami korban dari akibat mereka mengutarakan uneg-unegnya, salah satunya Wiji Thukul yang hingga kini belum juga ditemukan keberadaannya. [Selengkapnya]

Jendolan

Oleh Dede Supriyatna*

Ada yang suka, ada juga tidak, dan ada di antara keduanya yang biasa-biasa saja. Untuk kata biasa-biasanya tak perlu perdebatan, sebagaimana halnya antara yang suka maupun yang tidak, sebuah perdebatan yang tak akan bertemu benang mereh apalagi jika keduanya benar-benar memliki sifat fanatik. Lalu untuk apa mereka berdebat, tanyakan saja pada mereka.

Sebagimana halnya obralan yang sudah acap kali mereka lakukan. Pagi itu, rutinitas kembali terjadi, sambil bersantai setelah bergelut dengan dapur. Apa yang mereka obrolkan dari persoalan masakan, si anu, dan tak ketinggalan persolan Negara, sebagaimana mereka bertanya-tanya tentang dengan perasaan aneh dengan di bawah kelopak mata SBY, di bawah kelopak yang membentuk jendolan, dan saat mereka menyaksikan kala SBY berbicara di hadapan para kader partai Demokrat, ia sedang berbicara menjadi seorang pembina dari partai demokrat.

Selintas tentangnya mewarnai obralan pagi hari itu, obralan para ibu-ibu. Dari satu hingga menjadi obralan yang hangat diantara mereka. Memang jika kita umpamakan bahwa SBY adalah sebuah teks maka tak akan lepas dari sang penafsir teks tersebut. Apa yang hendak ditafsirkan adalah hak dari sang penafsir itu sendiri, walaupun pada akhirnya bersifat multi tafsir.

Mereka yang berbincang mempertanyakan perihal jendol kelopak mata SBY,  Tak hanya itu,  perbincangan mereka yang ngalor-ngidul merembat pada tentang bendahara partai demokrat Nazaruddin. Mereka menggunjing perihal bendahara tersebut, “gregetan dah, gw,” dengan tampang penuh sewot ujar salah satu ibu tersebut. [Selengkapnya]

Pecinta Orkes Melayu Bukan Dangdut

Mari berbagi informasi...

[PENCINTA ORKES MELAYU BUKAN DANGDUT] 

MUHAMMAD MASHABI

Tak Ada Penyewa, Kami Hanya Berjualan

Oleh Angkringanwarta*

Kamis (5/6) dini hari, kira-kira waktu telah menunjukan pukul 03.00 WIB, secara tiba-tiba terdengar ketukan pintu terdengar begitu keras, dan sepertinya sedang tergesa-gesa. Saya pun terpaksa membukanya, sebab berharap pemilik rumah untuk membuka pintu tak kian kunjung. Setelah pintu terbuka dengan cepat ia berujar “mana ibu?” pernyataanya terasa begitu tergesa-gesa, dan diikuti dengan reaksiku yang secepat kilat aku membangunkan seorang sehabat yang merpukan pemilik dari rumah tersebut, ia masih tergelatak nyaman tak jauh dari keberadaan saya... Selengkapnya

*Sebuah media online.

Habis Dulu, Baru Mudik

Oleh Dede Supriyatna*

Makanan itu, mengingatkan saya tatkala masih duduk di Sekolah Dasar (SD). Saat sesorang memanggul sambil tangannya menggerakan sebuah kotak kaleng bekas minyak rambut lavender, di tengah kaleng tersebut terdapat tali yang mengikat besi kecil, sambil melangkahkan kaki, tangannya memeganggan bambu yang dijadikan pegangan keleng teresebut diputar-putar sehingga akan mengeluarkan bunyi hasil dari benturan antar besi kecil dengan kaleng tersebut.

kala suara itu terdengar, maka saya bersama teman-teman akan berlari menemuinya, biasanya untuk mendapatkan makanan tersebut, kami cukup dengan menukar benda-benda rusak yang dapat di daur ulang, atau dengan uang sebagai alat tukar untuk mendapatkan makanan itu.

Dan saat ini (27/8), saya dapati makanan tersebut di panggul oleh laki-laki kurus, umurnya telah mencapai 60 tahun. Laki-laki itu, memanggul kaleng, ada dua keleng yang dibawa olehnya, ke dua kaleng tersebut berukuran sama, untuk ukurannya tersebut hampir sama dengan kaleng kerupuk yang berada di warung-warung klontong, cuma untuk kaleng yang disini telah terdapat sedikit tambahan sehingga ukuran menjadi lebih besar.

Lalu ia letakan barang panggulannya, sambil mengucapkan sesuatu, bahwa ia hendak beristirahat. Ia amati sesaat kaleng-kaleng tersebut terdapat tulisan “harum manis.” Sebaris kata yang menunjukan nama makanan tersebut, makanan yang masih sama dengan yang beberapa tahun lalu, yakni rambut-rambut lengket, berwarna merah dan berasa manis, yang diapit oleh kerupuk tipis yang terasa renyah. Mungkin dari rasa manis tersebut, menjadikan orang-orang memangginya dengan sebutan harum manis.

Sesudah ia letakan kedua kaleng panggulannya, ia langkahkan kakinya mendekat sebuah tempat duduk yang terletak di samping gerobak rokok. Dari wajahnya terlihat bagaimana ia mengatur napas. Selang beberapa saat, “enggak mudik, pak?” kata-kata pertama yang saya lontarkan padanya. “Seandainya habis, saya baru akan mudik, masih banyak” ucapan yang terlontar darinya sebagai jawaban. Lalu ia tambahkan ungkapan saya berjualan di depan mall Giant yang terletak tak jauh dari terminal Lebak Bulus, dan untuk sampai ke tempat saya berjualan, saya menempuh waktu selama satu jam.” Seusai berujar, ia hisap dalam-dalam sebatang rokok kretek.

“Saya mulai berjualan kira-kira pukul 11.00 WIB, baru ke luar dari kontrakan dan sampai jam sekarang.” waktu HP, waktu telah menunjukan pukul 23.00 WIB. Sebuah kontrakan yang terletak di daerah Rempoa, tepatnya di kampung Setu. 

Untuk pendapatan dari hasil penjualan tersebut, tak menentu terkadang mendapatkan Rp 50.000,- , itu juga yang laku paling berapa, dan untuk sekarang yang laku baru sebanyak tujuh bungkus, untuk satu bungkus seharga Rp 7.000,- dan berisi beberapa keping harum manis.

Dari uang tersebut akan dipakai untuk kembali memebeli makanan tersebut, dan juga untuk memenuhui kebutuhan sehari-hari. Jadi belum cukup untuk mudik. Sebenarnya, saya sudah merasa kangen sama keluarga, di kampung halaman telah menunggu istri dan anak-anak ke dua anak saya. Pak Robi hanya melamunkan dirinya, seperti sedang menghanyal, lalu ia lanjutkan tentang seorang istri dan anak-anaknya. Sebenarnya saya telah mempunyai empat orang anak, anak laki-laki yang pertama meninggal saat masih bayi dan meninggal karena sakit, sedangkan yang kedua meninggal juga, saat ia sedang melahirkan anak. Dan yang tersisa anak laki-laki yang sedang duduk di kelas tiga Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan yang terakhir merupakan perempuan berumur 2 tahun.

Dari Brebes saya merantau ke Jakarta sekitar tahun '75-an, saat itu jalanan di pasar Jum’at yang tepat di hadapan kami belum seramai sekarang, dan masih kecil. Kendaraan yang masih ada, yakni oplet dan roda niaga.

Untuk sampai ke Jakarta dari kampung halaman saya, memakan waktu yang cukup lama, jika berangkat jam 06.00WIB, maka bisa sampai jam 21.00,an. Dan waktu itu, saya turun di terminal Polau Gadung, terminal pertama di Jakarta.

Untuk awal mula saya merantau saya mengikuti kakak saya berkerja sebagai sopir, dan karena dilarang oleh orang tua maka saya berjualan, saya berjualan sudah bermacam-macam dari rujak bebek, ketoprak, dan harum manis.

Malam pun semakin larut. Setelah merasa cukup untuk beristirahat ia pun letakan pundaknya di bawah sebelah bambu yang digunakan sebagai jembatan antar ke dua kaleng tersebut. Lalu ia angkat angkat bambu tersebut dengan pundaknya.

*Aktif menulis di Sosok Angkringanwarta.

Dianggap Teroris, 1,5 Jam diperiksa

Oleh Dede Supriyatna*

Tubuhnya tak terlalu tinggi, dengan tubuh berperawakan kurus. Jemarinya sedang asik menghisap sebatang rokok. Terkadang tatapannya kosong seperti sedang memikirkan sesuatu. dan sesekali, ia tak ragu untuk mengeluarkan senyuman. Begitulah kira-kira gambaran dari pemilik nama Yayan bun Yamin, seorang pemuda asal Tasikmalaya.

Ia meninggalkan kampung halamannya, guna mencari ilmu dan sekarang terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ushulludin, UIN Jakarta. Selama perjalanan kuliah yang telah ditempuh, ia masih mencoba untuk berbagi dengan orang-orang kampung halamannya.

Apa yang dibagi ke warga kampung Tambak Baya, Desa Marga Laksana, Kecamatan Sukaraja, Kabupatan Tasik bukanlah sebuah uang, atau materi lainya, namun ia bersama dengan sahabat-sahabatnya dan juga siapa saja yang mau ikut untuk ngobrol bareng mengenai bacaan yang ada di dalam buku, atau bahasa lainya, yakni bedah buku. Apa yang dibedah dari buku tersebut, diharapakan kita dapat mempraktekkan apa yang ada di dalam buku.

Memang waktu itu, sebelum buku-buku yang dibedah kami ambil dari perpustakaan dengan nama Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Cendikia yang sekarang telah mempunyai buku mencapai ratusan buku dari buku komik untuk anak-anak, cerpen, novel, agama, tafsir, pendidikan, pertanian, kesehatan, dan juga buku masak yang biasa dibaca oleh ibu-ibu. Selaian itu, dalam perpustakaan telah memiliki satu unit komputer.

Kira-kira satu tahun yang lalu saat TBM Cendikia awal hadirnya, tepatnya diresmikan pada tanggal 28 Okterber 2010. Dengan niatan awalnya kami hanya berharap bagaimana caranya agar masyarakat tak terlalu buta dengan ilmu pengatahuan. Dan salah satu yang menjadi alasan kami, yakni perasaan prihatin perasaan prihatin menyaksikan anak-anak SD sudah asik dengan berkerja yang tak jarang membuat mereka berhenti untuk melanjutkan pendidikannya.

Lalu saya coba obrolkan dengan ketiga sahabat, yakni Arta yang lulusan SD dan sekarang sudah berumah tangga, Budi lulusan SMP, dan juga Abdul lulusan Aliyah. Maka dari obrolan kecil, pada akhirnya kami menemukan kesepakatan untuk mebuat perpustakaan dengan mendiami kontrakan dengan harga sewa mencapai Rp 100.000,-.

“jangan tanya masalah uang sewa?” sebab untuk menutup dana sewa dan kebutuhan peralatan seperti pembuatan rak buka, dan lain-lainya. “kami menggunakan uang pribadi, masing-masing dari kami untuk mengeluarkan dana sebesar tiga puluh ribu perbulan”. Dan ketiga sahabat saya selain meraka sebagai donatur, mereka juga bertugas untuk menjaga perpustakaan secara bergiliri.

Sedangkan, mengenai bukunya sendiri digunakan buku yang saya miliki, dan untuk awalnya saya menghubungi beberapa lembaga, penerbit, dan segala macam untuk meminta bantuan dalam bentuk buku. Dan saya bersyukur dari proposal yang saya sebar, hanya Republika yang hingga kini belum memberikan buku.

Pernah suatu ketika, saat itu, kala musimg-musimnya bom buku. Dan certia ini adalah cerita yang begitu mengesankan diantara cerita-cerita yang lainnya, yakni saat saya dengan senang hati datang ke penerbit Kompas karena proposal pengajuan buku saya telah diterima. Akhirnya saya datang ke Kompas untuk mengambil buku yang telah disiapkan.

Lalu dari Kompas saya melanjukan perjalan sendiri ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menemui salah satu anggota dewan. Karena dari Kompas yang terletak di Palmerah tak ada kendaraan yang langsung ke DPR maka saya putuskan untuk berjalan kaki sambil memanggul kardus yang berisikan buku-buku.

Sesampainya di DPR dan kebetulan waktu itu, musim bom buku, akhirnya buku-buku yang berada di kardus diacak-acak untuk diperiksa. Setiap buku diperiksa sampai perlembar buku, sehingga memakan waktu 1,5 Jam. Dan setelah selesai diperiksa, saya harus merapihkan dan memaksukan buku satu-persatu ke dalam kardus kembali, mereka hanya mengacak-acak tanpa mau membantu merapihkan kembali. Mungkin mereka mengira saya adalah teroris, dan hal ini juga, membuat saya terlambat untuk bertemu dengan salah satu anggota dewan.

Tapi, entah mengapa saya menjalankan itu semua dengan rasa senang hati, mungkin rasa semangat untuk menciptakan pengetahuan di kampung halaman, meskipun teguran dari orang tua. Sebab tak lain, karena persoalan kuliah.

Memang pada semester V, kuliah saya sedikit terganggu, tapi saya telah dapat mengejar kuliah yang tertinggal. Dan untuk saat ini saya harus pulang ke Kampung halaman sebulan sekali untuk membahas bersama warga, dan terkadang kami membuat sesuatu bersama warga, semisal membuat es krim dari jagung untuk menu maupun caranya kami ambil dari buku.

Atas kami lakukan diharapkan menambahkan semangat membaca, memang mereka yang baca tidak kami pungut biaya sama sekali, jika ada diantara mereka yang hendak menjadi donator kami terima. tapi, yang jelas kami mempersilahkan siapapun yang datang untuk membaca tanpa dipungut biaya, mereka mau datang untuk membaca saja, saya sudah senang.

Dan untuk yang membaca telah mencapai telah rata-rata perhari pernah didatangi hingga mencapai 80 orang, bahkan pernah ada seorang yang mencari refrensi untuk skripsi ke TBM Cendikia.

*Aktif menulis di Angkringanwarta.

Kuliah, Peras Keringat Dulu

Oleh Ayip Tayana*

Pada akhir pekan, saat matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya, orang-orang masih terlelap tidur, namun botol susu, tempat makan, dan botol minuman berbahan plastik itu sudah berbaris rapih seakan sedang upacara bendera. Tepat di belakang botol itu ada seorang pemuda bertopi coklat dengan sorot mata yang tajam.

Barisan benda plastik adalah itu, adalah barang dagangannya, Abdul Muis harus merapihkan barang sebelum para pembeli berdatangan. Pemuda kelahiran Cirebon 7 Januari, telah berjualan selama kurang lebih 2,5 tahun, bertempatkan di pasar Sandratex Ciputat Tangerang Selatan (Tangsel), yang memang kebetulan pasar itu, bukan pada hari Sabtu dan Minggu.

”Untuk lebih tepatnya, saya berjualan dimulai semenjak bulan Ramadhan 1431 H lalu” ujarnya sambil mengambil secangkir kopi yang ada disebelahnya. Hal ini harus ditempuhnya tak lain bertujuan untuk meneruskan pendidikan saya. Sekarang saya sudah semester VII, Jurusan Psikologi, UIN Jakarta.

Mungkin ini, jalan yang harus ditempuh untuk memenuhi biaya dan kehidupan sehari-hari, dan belajar mandiri. Awalnya, saya menjadi desain pada salah satu percetakan yang bertempat di Ciputat, waktu itu, saya masih semester II.

Namun, Pemuda yang ditinggal Ayahnya sejak duduk dibangku kelas 6 SD merasa kurang cocok dengan pekerjaan tersebut, sehingga diputuskan untuk memilih berdagang. ”Aku enggak betah diem, mas, inginnya gerak terus, ngadepin dengan computer, kan buat BT”.

Terkadang saat berjualan, ia ditemani oleh teman satu kampung yang kebetulan sama-sama kuliah di UIN Jakarta. Sahabat karibnya, yakni Eef juga telah berteman dari kecil. Sahabat karibnya, acapkali membantu berjualan.

Meskipun sebagian waktunya digunakan untuk memeras keringat, dan juga kuliah, ia juga merupakan seorang aktivis, hal ini terlihat dari kegiatanya yang mengikuti sebuah organisasi ekstra kampus dan pernah menjabat sebagai elit kampus.

Kedudukan sebagai elit kampus, membuat dia merasa malu untuk berterus terang perihal pekerjaannya sebagai pedagan kaki lima. Namun, dari kebiasaannya berjualan membuat dia membuang jauh-jauh rasa tersebut.

Meskipun, demikian ia tak menjadikan pribadi yang sombong dalam persahabatan, ia merupakan sahabat yang baik hati. Hal ini, diungkapkan Ayip salah satu teman kosan lainnya. Ayip menambahkan, semisal dalam persolan uang, ”Aku sering pinjam uang ke dia, tapi dia ga mau nagih.”

Bahkan ada keinginan untuk memeberikan hasil berjualan untuk orang tuanya, tapi untuk saat ini saya belum bisa. Dari hasil penjulan sendiri hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari, dan sebisa mungkin saya tabung untuk kebutuhan kuliah.

Dan ia tambahkan jadwal jualannya bukan hanya pada pagi di hari Sabtu dan Minggu pagi, melainkan pada malam haripun ia berjualan di Jalan Jambu dan kampung Sawah, hal itu bermula dari seorang sesama pedagang yang menelepon.

*Aktif menulis di Angkringanwarta.

Indonesia Raya

Klik Gambar Di Atas Untuk Videonya

Indonesia tanah airku,
Tanah tumpah darahku
Disanalah aku berdiri,
Jadi pandu ibuku

Indonesia kebangsaanku,
Bangsa dan Tanah Airku
Marilah kita berseru,
" Indonesia bersatu "

Hiduplah tanahku,
Hiduplah negeriku
Bangsaku, Rakyatku, semuanya

Bangunlah jiwanya,
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya

Indonesia Raya,
Merdeka, Merdeka
Tanahku, negeriku yang kucinta

Indonesia Raya,
Merdeka, Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya

Indonesia Raya,
Merdeka, Merdeka
Tanahku, negeriku yang kucinta

Indonesia Raya,
Merdeka, Merdeka

Hiduplah Indonesia Raya