Giat Kerja Bakti Warga Rw. 16 Cililitan

Minggu, 8 Desember 2024 - Komunitas

LPJ Triwulan 3 Kopma UIN Jakarta 2024

Jum'at, 6 Desember 2024 - Koperasi

LMS UNJ Error, Menyulitkan Pejuang Sarjana

Rabu, 4 Desember 2024 - Teknologi Kampus

Munas Dekopin Menuju Indonesia Emas

Minggu, 1 Desember 2024 - Koperasi

Beli Isuzu Sekarang Juga! Sebelum Menyesal

Jum'at, 29 November 2024 - Otomotif

Tampilkan postingan dengan label Makalah Kesehatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makalah Kesehatan. Tampilkan semua postingan

Keterampilan Klinis*

Lampiran 3
Daftar Keterampilan Klinis

Keterampilan adalah kegiatan mental dan atau fisik yang terorganisasi serta memiliki bagian-bagian kegiatan yang saling bergantung dari awal hingga akhir. Dalam melaksanakan praktik dokter, lulusan dokter perlu menguasai keterampilan klinis yang akan digunakan dalam mendiagnosis maupun menyelesaikan suatu masalah kesehatan. Keterampilan klinis ini perlu dilatihkan sejak awal pendidikan dokter secara berkesinambungan hingga akhir pendidikan dokter.

Daftar keterampilan klinis dikelompokkan menurut bagian atau departemen terkait. Pada setiap keterampilan klinik ditetapkan tingkat kemampuan menggunakan Piramid Miller (knows, knows how, shows, does) yang diharapkan dicapai oleh mahasiswa di akhir pendidikan.

Berikut ini pembagian tingkat kemampuan menurut Piramid Miller:

Tingkat kemampuan 1 - Mengetahui dan Menjelaskan
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini, sehingga dapat menjelaskan kepada teman sejawat, pasien, maupun klien tentang kosep, teori, prinsip, maupun indikasi, serta cara melakukan, komplikasi yang timbul, dan sebagainya.

Tingkat kemampuan 2 - Pernah Melihat atau Pernah Didemonstrasikan
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori, prinsip, maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya). Selain itu, selama pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini.

Tingkat kemampuan 3 - Pernah Melakukan atau Pernah Menerapkan Di Bawah Supervisi
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori, prinsip, maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya). Selama pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini, dan pernah menerapkan keterampilan ini beberapa kali di bawah supervisi.

Tingkat kemampuan 4 - Mampu Melakukan Secara Mandiri
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori, prinsip, maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya). Selama pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini, dan pernah menerapkan keterampilan ini beberapa kali di bawah supervisi serta memiliki pengalaman untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara mandiri.

*Standar Kompetensi Dokter halaman 83.

GERD (Gastroesofarus Reflux Desease)

Oleh Shoimatul Ishmah*

Definisi GERD merupakan gerakan membalik isi lambung menuju esofagus. GERD mengacu pada berbagai kondisi gejala klinik atau perubahan histologi. Ketika esofagus berulang kali kontak dengan material reflux untuk periode lama mengakibatkan inflamasi esofagus bahkan menjadi erosi esofagus.

Patofisiologi, terjadi karena kontak yang terlalu lama antara asam yang diproduksi dengan mukosa esofagus yang disebabkan karena telah rusaknya tekanan LES (Lower Esophageal Sphicter).

*Mahasiswa Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif HIdayatullah Jakarta.

Praktikum Kimia Pangan Halal

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) GANJIL 2009/2010
JURUSAN FARMASI (VII/B)
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK)
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

A. ANALISA KADAR AIR DAN ABU
  1. Apa perbedaan oven vakum dan oven biasa yang dipakai pada metode termogravimetri? Jelaskan jawaban anda dan apa hubungannya dengan produk pangan?
  2. Jika terdapat data, berat sample awal 3,8796 gram. Kemudian dipanaskan sesuai prosedur dan ditimbang sehingga diperoleh berat I: 3,123 gram; berat II: 3,0673 gram; berat III: 3,0640 gram. Berapa % kandungan air yang terdapat pada sample tersebut?
B. ANALISA BIL. PEROKSIDA
  1. Apa fungsi asam asetat glacial, alcohol, dan kloroform dalam analisis bil. Peroksida?
  2. Bagaimana titik akhir titrasi dapat dinyatakan telah tercapai? Apa alasannya?
  3. Jika data hasil tritasi dengan larutan triosulfat 0,2 N; untuk blangko 0,5 ml; sedangkan sample 3,5 ml. Berapakah bil. Peroksida yang dihasilkan dalam satuan mg/100gram. Dimana berat sample adalah 2,50 gram?
C. ANALISA ASAM SIANIDA
  1. Jelaskan teori dasar yang digunakan dalam analisa asam sianida pada produk pangan! Sesuaikan dengan tahapan dalam prosedur percobaan!
  2. Mengapa pemanasan dilakukan pada suhu 50 derajat Celcius selama 15 menit? Apa fungsinya?
D. ENZIM DIASTASE
  1. Bagaimanakah prosedur kerja dari analisa aktivitas enzim diastase pada madu?
  2. Jelaskan berdasarkan reaksinya, mengapa jika intensitas warna biru berkurang maka pada sample tersebut memiliki aktivitas enzim diastase?
E. ANALISA GARAM DAPUR NaCL
  1. Jelaskan bagaimanakah prinsip dasar pengujian Kadar NaCL pada produk pangan?
  2. Berapa persenkah kandungan NaCL dalam 2,0 gram Sampel, jika data hasil titrasi dengan AgNO3 0,1 N adalah 23 ml?
Selamat Bekerja...!!!

Sumber: Anna Muawanah, M.Si. (Dosen Anggota)

Praktikum Kimia Makanan Halal

UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2009/2010
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
  1. Bagaimanakah prinsip kerja dari analisis (penetapan) Natrium Benzoat dalam produk pangan?
  2. Jika selama titrasi diperoleh volume rata-rata NaOH 0,05 N adalah 15 ml. Berapakah kadar benzoate (ppm) yang terdapat pada 5 gram sample?
  3. Apa fungsi pemanasan 85 derajat Celcius selama 30 menit pada pembuatan yoghurt?
  4. Selain perubahan pH, indikator apa yang dapat menunjukkan tingkat keberhasilan fermentasi pembuatan yoghurt?
  5. Apakah melalui titrasi dengan NaOH dapat mendeteksi kandungan asam laktat sesungguhnya pada yoghurt? Berikan alasannya.
  6. Formalin pada produk pangan dapat dianalisa dengan cara titrasi. Apa fungsi titrasi larutan formalin 1 persen perlu dilakukan pada saat analisis formalin pada sample?
  7. Data hasil titrasi terhadap 2 gram sample tahu yang dilarutkan dalam 100 ml aquades, adalah Volume Tiosulfat 0,1 N (blangko) = 20 ml. Volume Tiosulfat 0,1 N (sample) = 40 ml. Jika faktor koreksi adalah 0,3620, berapakah persen kandungan formalin yang terdapat pada tahu tersebut?
SELAMAT BEKERJA!!!

Sumber: Anna Muawanah (Dosen Anggota), 1 SKS, pada Selasa, 12 Januari 2010, lokal 205, pukul 10.00-10.45 WIB.

Hasil Proses Identifikasi Urea pada Gambir

Oleh Shoimatul Ishmah*

Jum'at (15/4/2011)
Gambir seberat 5 kg tiba di laboratorium.

Rabu (20/4//2011) - Sabtu (23/4/2011)
Penggerusan gambir.

Senin (25/4/2011)
Penapisan fitokimia gambir, hasilnya terdapat kandungan sebagai berikut:
  • Alkaloid (+)
  • Flavonoid (+) : terbentuk warna oranye terpisah.
  • Saponin (+) : dikocok selama 10' terjadi adanya busa dalam keadaan stabil, kemudian ditambahkan HCL 1% busanya tetap.
  • Tanin (+)
  • Kuionon (-)
  • Steroid dan Triterpenoid (-)
  • Minyak atsiri (-)
  • Kumarin (-)
Selasa (26/4/2011)
Setelah penelitian ini dapat disimpulkan bahwasa gambir tidak teridentifikasi adanya urea.

*Mahasiswa Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Indikator Kawasan Tanpa Rokok di Angkutan Umum


INDIKATOR INPUT
  1. Adanya kebijakan tertulis tentang KTR.
  2. Adanya tenaga yang ditugaskan untuk memantau KTR.
  3. Adanya media promosi tentang larangan merokok/KTR.

INDIKATOR PROSES
  1. Terlaksananya sosialisasi kebijakan KTR baik secara langsung tatap muka, maupun tidak langsung melalui media cetak, elektronik.
  2. Adanya pengaturan tugas dan tanggung jawab Organda dalam pelaksanaan KTR yang disosialisasikan kepada seluruh awak angkutan umum.
  3. Terpasangnya pengumuman kebijakan KTR melalui poster, stiker, dan surat edaran.
  4. Terpasangnya tanda KTR di dalam angkutan umum.
  5. Terlaksananya inspeksi mendadak dari Organda untuk memantau pelaksanaan KTR.
INDIKATOR OUTPUT
  1. Angkutan umum tanpa asap rokok.
  2. Penumpang, supir, dan kernet menegur yang merokok di dalam angkutan umum.
  3. Adanya sanksi bagi yang melanggar KTR.


"Stiker ini mengingatkan orang akan bahaya merokok. Di sekeliling Anda berhak atas udara segar. Bayangkan jika angkutan umum penuh sesak, kemudian masih disesaki dengan asap rokok"
Sumber: Pusat Promosi Kesehatan 2011.

Langkah-Langkah Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok Di Angkutan Umum


Petugas kesehatan melaksanakan advokasi kepada pemilik/pengelola angkutan umum dengan menjelaskan perlunya Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan keuntungannya jika dikembangkan di area tersebut.

Dari advokasi tersebut, akhirnya pemilik/pengelola angkutan umum setuju untuk mengembangkan Kawasan Tanpa Rokok. Contoh angkutan umum adalah bus, kereta api, angkutan umum kecil (angkot kijang), angkutan umum sedang (kopaja, bus mini), dan lain sebagainya.

Yang perlu dilakukan oleh pemilik angkutan umum untuk mengembangkan Kawasan Tanpa Rokok adalah sebagai berikut:
A. Analisis Situasi.
Pimpinan/pemilik angkutan umum melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dan bagaimana sikap & perilaku penumpang, supir, serta kernet terhadap kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.

Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan. 
B. Pembentukan Komite atau Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
Pihak pimpinan/pemilik angkutan umum mengajak bicara pengelola yang mewakili perokok dan bukan perokok untuk:
  • Menyampaikan maksud, tujuan, dan manfaat Kawasan Tanpa Rokok.
  • Membahas rencana kebijakan tentang pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok.
  • Meminta masukan tentang penerapan Kawasan Tanpa Rokok, antisipasi kendala, dan sekaligus alternatif solusi.
  • Menetapkan penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok dan mekanisme pengawasannya.
  • Membahas cara sosialisasi efektif bagi penumpang, supir, dan kernet.
Kemudian pihak pimpinan membentuk komite atau kelompok kerja penyusunan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
C. Membuat Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
Komite atau kelompok kerja membuat kebijakan yang jelas tujuan dan cara melaksanakannya.
D. Penyiapan Infrastruktur.
  • Membuat surat keputusan dari pemilik/pimpinan tentang penanggung jawab dan pengawas Kawasan Tanpa Rokok di angkutan umum.
  • Instrumen pengawasan.
  • Materi sosialisasi penerapan Kawasan Tanpa Rokok.
  • Pembuatan dan penempatan tanda larangan merokok di angkutan umum.
  • Mekanisme dari saluran penyampaian pesan Kawasan Tanpa Rokok bagi penumpang, supir, dan kernet di angkutan umum, misalnya melalui poster, stiker larangan merokok, dan lain sebagainya.
  • Pelatihan bagi pengawas Kawasan Tanpa Rokok.
E. Sosialisasi Penerapan Kawasan Tanpa Rokok.
  • Sosialisasi penerapan Kawasan Tanpa Rokok di angkutan umum.
  • Sosialisasi tugas dan penanggung jawab dalam pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.
F. Penerapan Kawasan Tanpa Rokok.
  • Penyampaian pesan Kawasan Tanpa Rokok kepada penumpang melalui poster, pengeras suara, dan lain sebagainya.
  • Penyediaan tempat bertanya.
  • Pelaksanaan pengawasan Kawasan Tanpa Rokok.
G. Pengawasan dan Penegakan Hukum.
  • Pengawas Kawasan Tanpa Rokok di angkutan umum mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai dengan peraturan daerah setempat.
  • Melaporkan hasil pengawasan kepada otoritas pengawasan daerah yang ditunjuk oleh pemerintah daerah setempat, baik diminta atau tidak.
H. Pemantauan dan Evaluasi.
  • Lakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala tentang kebijakan yang telah dilaksanakan.
  • Minta pendapat komite dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.
  • Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan.
Sumber: Pusat Promosi Kesehatan 2011.