Kemandirian “Rumah” Ilmu Pengetahuan

Oleh Sulistyowati Irianto*

Sejak putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2009 mengakhiri status universitas sebagai badan hukum mandiri, terjadi debat yang tidak berkesudahan tentang apakah universitas harus otonom atau tidak.

Di sinilah awal kekacauan tentang apakah artinya “otonomi” dalam perspektif kepentingan universitas sebagai lembaga produksi dan reproduksi ilmu pengetahuan.

Otonomi sebagai suatu terminologi dalam ilmu pengetahuan dikacaukan dengan pengertian awam sehingga timbul salah pengertian, bahkan konflik, yang tidak menguntungkan bagi kelangsungan pendidikan tinggi Indonesia. Otonomi seperti apa yang dibutuhkan oleh universitas bagi keberlangsungannya? Ada baiknya kita belajar dari Magna Charta Universitatum.

Para rektor universitas di Eropa berkumpul dalam perayaan 800 tahun universitas tertua Bologna, tahun 1988, dan menetapkan Magna Charta Univrsitatum. Mereka mempertimbangkan masa depan umat manusia yang akan sangat bergantung pada perkembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Penelitian yang dihasilkan universitas dianggap sangat penting. Tanggung jawab universitas adalah menyebarluaskan ilmu pengetahuan di kalangan generasi muda yang akan mengabdikan dirinya kepada masyarakat dan bangsa.

Dalam konteks ini, universitas wajib mendidik generasi muda dan mengajar mereka untuk menajamkan suara hati serta menhormati prinsip dan nilai dasar tentang kebenaran dan kejujuran. Suara hati adalah kepekaan untuk menimbang baik dan buruk, benar dan salah.

Prinsip Dasar
Pertama, universitas adalah institusi sendi dalam masyarakat yang harus dikelola secara khusus karena menghasilkan dan menguji ilmu pengetahuan berdasarkan riset dan pengajaran. Oleh karena itu, universitas harus otonom secara moral dan intelektual, terbebas dari otoritas politik dan kekuasaan ekonomi.

Kedua, pengajaran dan riset universitas tak dapat dipisahkan dari perkembangan kebutuhan dan panggilan masyarakat serta kemajuan ilmu pengetahuan.

Ketiga, kebebasan dalam riset dan pengajaran adalah prinsip dasar kehidupan universitas yang harus dihormati. Universitas harus menjamin penolakan terhadap intoleransi, selalu terbuka terhadap dialog, tempat ideal bertemunya para pengajar yang mampu mengkomunikasikan ilmu pengetahuan, serta sangat difasilitasi untuk mengembangkannya melalui riset dan inovasi.

Universitas adalah tempat bagi mahasiswa yang berhak, berkemampuan, dan berkeinginan memperkaya pemikirannya dengan ilmu pengetahuan.

Keempat, universitas berada di garis depan dalam pengembangan tradisi memuliakan kemanusiaan. Kepeduliannya secara konstan ditujukan untuk mencapai ilmu pengetahuan universal dan memenuhi panggilannya melampaui batas geografi, politik, dan mendukung kebutuhan vital untuk memahami keberagaman budaya.

Untuk dapat mewujudkan prinsip dasar itu dibutuhkan cara efektif, seperti menyediakan instrumen yang memadai untuk menjamin kebebasan riset dan pengajaran; membuat regulasi dalam mengangkat pengajar dan memperhatikan status kepegawaian mereka serta melindungi hak-hak mahasiswa untuk bertukar informasi, bekerja sama dengan para pengajar dalam kerja akademik.

Kasus UI
Penyelesaian kasus Universitas Indonesia dikhawatirkan akan berakhir dengan menjadikan UI sebagai satuan kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jika hal ini terjadi, runtuhlah simbol kejayaan dan prinsip dasar kemandirian universitas. Kaum cerdik pandai universitas hanya akan menjadi kepanjangan tangan kepentingan politik pemerintah, kemungkinan juga partai politik. Lebih buruk lagi, preseden ini bisa diikuti oleh perguruan tinggi negeri terkemuka lain di Indonesia.

Universitas adalah kekuatan moral. Oleh karena itu, otonomi universitas haruslah dipertahankan demi kelangsungan pendidikan tinggi untuk menghasilkan manusia Indonesia yang cerdas dan berkarakter.

Otonomi dalam pengertian ini adalah keseluruhan kemampuan institusi untuk mencapai misinya berdasarkan pilihannya sendiri. Otonomi butuh kesempurnaan dalam bidang akademik, tata kelola, dan manajemen keuangan. Jika hal itu tidak terjadi, otonomi telah disalahgunakan.

Otonomi universitas jangan sekali-kali dikaitkan dengan komersialisasi pendidikan, tak menentunya nasib pegawai, dan tata kelola universitas yang tidak terkontrol. Justeru kemandirian universitas harus menjamin kesejahteraan lahir batin setiap pengajarnya, tata kelola yang baik dan intoleran terhadap korupsi dan penyimpangan.

Otonomi dan akuntabilitas adalah dua sisi dari koin yang sama. Akuntabilitas memampukan institusi untuk meregulasi kebebasan yang ada padanya dengan cara otonom. Untuk menjamin akuntabilitas dan transparansi, perlu perubahan tata kelola yang mendasar dari tingkat universitas, fakultas, sampai program studi secara menyeluruh.

Jika hal ini tak dilakukan, kita berutang kepada generasi muda mahasiswa yang kelak akan menentukan arah bangsa dan peradaban manusia secara global.

*Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia. Dan artikel ini pernah dimuat di Opini Kompas pada hari Rabu, 4 Januari 2012.

0 comments:

Posting Komentar