Giat Kerja Bakti Warga Rw. 16 Cililitan

Minggu, 8 Desember 2024 - Komunitas

LPJ Triwulan 3 Kopma UIN Jakarta 2024

Jum'at, 6 Desember 2024 - Koperasi

LMS UNJ Error, Menyulitkan Pejuang Sarjana

Rabu, 4 Desember 2024 - Teknologi Kampus

Munas Dekopin Menuju Indonesia Emas

Minggu, 1 Desember 2024 - Koperasi

Beli Isuzu Sekarang Juga! Sebelum Menyesal

Jum'at, 29 November 2024 - Otomotif

Hukum Meninggalkan Salah Satu Rukun Shalat

Oleh Ustadz H.M. Rahmatullah, Lc.

Jika seseorang meninggalkan salah satu rukun shalat dengan sengaja, maka batal shalatnya, karena ia sengaja meninggalkan rukun tersebut. Akan tetapi jika karena lupa maka ia harus mengulanginya. Sebagai contoh, bila ia lupa belum ruku', dia langsung sujud, kemudian baru ingat bahwa dirinya belum ruku', maka ia harus berdiri kemudian ruku', dan melanjutkan shalatnya.

Ia wajib mengulangi rukun yang ia tinggalkan selama belum masuk pada posisi yang sama di rakaat kedua. Jika telah masuk pada posisi yang sama di rakaat kedua maka posisi rakaat kedua menggantikan rakaat yang ditinggalkan salah satu rukunnya. Seandainya ia belum ruku', namun ia sudah sujud dan sudah duduk di antara dua sujud serta sujud yang kedua, lantas baru teringat bahwa ia belum ruku', maka dalam keadaan seperti ini ia wajib berdiri, ruku' dan meneruskan shalatnya.

Begitu juga jika seseorang lupa mengerjakan sujud kedua, dia langsung berdiri dari sujud pertama, ketika membaca Al-Fatihah ia baru teringat dirinya belum sujud kedua dan belum duduk di antara dua sujud, maka ia wajib kembali pada keadaan semula dan duduk di antara dua sujud, dan meneruskan shalatnya. Jika ia baru teringat setelah ruku' pada rakaat berikutnya, maka ia wajib turun untuk duduk, sujud dan meneruskan shalatnya. Adapun jika ia baru teringat belum melakukan sujud pada saat ia sudah duduk di antara dua sujud rakaat kedua, maka rakaat kedua ini menggantikan rakaat pertama, dan itu dihitung sebagai rakaat pertama.

Dalam kondisi-kondisi atau contoh seperti di atas, seseorang diwajibkan melakukan sujud sahwi, jika karena kelebihan gerakan, maka sujud sahwi dilakukan setelah salam sebagaimana disebutkan dalam sunnah Rasulullah SAW.

Wallahu a'lam bi al-shawab

NB: Tulisan ini pernah dimuat dalam Buletin Mimbar Jum'at - Menggali Khazanah Islam - No. 09 Th. XXVI 18 Rabiul Akhir 1434 H - 1 Maret 2013 Jum'at I pada pertanyaan dari Zaenal (Cipinang).

Efek Budaya Barat

Oleh Yusuf

Di Indonesia banyak sekali beredar budaya barat yang kebanyakan merusak tatanan kehidupan keberagamaan generasi muda kita. Salah satu budaya yang selalu dirayakan begitu memasuki pertengahan bulan Februari adalah hari Valentine yang oleh sebagian masyarakat, tanggal tersebut diagungkan sebagai hari kasih sayang. Momentum ini sering dijadikan ajang para remaja untuk melampiaskan kasih sayang dalam bentuk yang salah, yakni berhubungan seksual sesama remaja yang belum menikah, dengan alibi bentuk kasih sayang.

Kita mungkin masih ingat tahun lalu, ketika menjelang tanggal 14 Februari, ditemukan di beberapa minimarket di sekitar Jakarta, paket parcel yang isinya berbagai cokelat, termasuk dalam paket tersebut terdapat produk kondom. Tentu saja orang dengan mudah bisa mengerti, kalangan remaja lah yang menjadi objek sasaran dari penjualan paket tersebut, karena faktanya di lapangan, memang yang banyak merayakan hari kasih sayang adalah dari kalangan remaja.

Dua kenyataan tersebut di atas, menggambarkan betapa kondisi masyarakat kita saat ini sangat memprihatinkan. Generasi muda kita sepertinya menjadi objek kebobrokan moral dari sebuah upaya sistematis dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Orang-orang yang hanya mementingkan kepentingan pribadinya demi mengeruk uang. Rela dan tega mengorbankan nasib generasi muda kita, yang merupakan tumpuan harapan dan calon pemimpin di masa depan.

Hal ini harus menjadi perhatian khusus kita, khususnya orang tua dan para pendidik, untuk lebih bersungguh-sungguh lagi dalam mendampingi anak-anak remaja di kedua momentum tersebut. Tentu maksudnya bukan berarti bahwa kita hanya mewaspadai anak-anak kita dari kemungkinan buruk tersebut. Yang lebih penting lagi adalah membekali anak-anak kita sejak dini dengan kesadaran adanya pengawasan dari Allah SWT. (muraqabatullah).

Kesadaran inilah yang akan mengantarkan anak-anak kita pada perilaku yang baik, yang sejalan dengan norma-norma agama. Mereka tidak hanya menjadi orang baik ketika ada di samping orang tuanya, atau ketika diawasi oleh orang tuanya, tapi selalu sadar adanya pengawasan Allah SWT. sehingga tingkah lakunya akan terkontrol.

NB: Tulisan ini pernah dimuat dalam Buletin Mimbar Jum'at - Menggali Khazanah Islam - No. 09 Th. XXVI 18 Rabiul Akhir 1434 H - 1 Maret 2013 Jum'at I.

Diskusi Terbatas BPK

Oleh Moh. Hibatul Wafi

Dalam acara yang diadakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) pada tanggal 22 Mei 2014 di Hotel Le Meredien, dengan tema "Sosialisasi Peran, Fungsi, dan Tugas Pokok BPK RI dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik, Efektif, dan Efisien", yang mana pembicaranya adalah Dr. Bahrullah Akbar, MBA., seorang Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan dan Dr. Hj. Connie Chairunnisa, aktivis Persatuan Wanita Betawi.

Pada sesi diskusi terbatas, kedua narasumber tersebut memaparkan mengenai dua hal, yakni:
  1. Peran BPK dalam mendorong terwujudnya kesejahteraan rakyat.
  2. Tinjauan kesejahteraan rakyat dipandang dari berbagai aspek dan upaya peningkatannya.
Hasil diskusi ini menyampaikan pesan bahwasanya pada dasarnya BPK di Indonesia ini berperan sebagai suatu badan yang mengawasi dan memeriksa keuangan di lembaga-lembaga kepemerintahan Indonesia, baik mengontrol anggaran keuangan di tingkat eksekutif, yudikatif, maupun pada tingkat legislatif.

Peran BPK dalam Mendorong Terwujudnya Kesejahteraan Rakyat

Oleh Dr. Bahrullah Akbar, MBA.

Tujuan bernegara dicetuskan oleh para Founding Fathers dalam Pembukaan UUD 1945, diantaranya:
  1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
  2. Memajukan kesejahteraan umum.
  3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
  4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Sedangkan kesejahteraan rakyat terdapat dua hal, yakni:
  1. Terwujudnya Welfare Economics.
  2. Terdapat dua kondisi, yaitu tersedia penghasilan yang memadai dan tersedia pilihan barang dan jasa.
Menurut data statistik, presentase tingkat kemiskinan di Indonesia pada Februari 2004 sebesar 36,1%, kemudian pada tahun berikutnya Februari 2005 sebesar 35,1%, dalam kurun waktu 1 tahun sudah menurun 1%. Namun pada Maret 2006, tingkat kemiskinan di Indonesia naik menjadi 39,3%, akan tetapi kenaikan tersebut tidak berlanjut lama, dikarenakan pemerintah Indonesia sudah berupaya sedemikian mungkin untuk mengurangi tingkat kemiskinan yang dialami oleh penduduk Indonesia. Dan sejak tahun 2006 sampai September 2012, tingkat kemiskinan sudah berangsur menurun sampai di titik 28,59%. Data tersebut bersumber dari Berita Resmi Statistik (BPS) Nomor 06/01/Th.XVI tanggal 2 Januari 2013.

Mengenai masalah kemiskinan yang terjadi di Indonesia dikarenakan adanya faktor pemerintah Indonesia yang sudah merasa berjasa untuk negeri, padahal pada kenyataannya pemerintah masih belum dianggap sukses dalam menghadapi persoalan pengentasan kemiskinan di Indonesia. Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) RI kelima tanggal 17 Agustus 1950, pernah menyatakan bahwasanya: "Janganlah sudah cukup merasa berjasa untuk negeri, dengan turunnya Si Tigawarna (Belanda). Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pelosok negeri, belumlah pekerjaan kita selesai! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyaknya keringat."

Dan pidato serupa pernah dilansirkan oleh Presiden Brazil Luis Inazio "Lula" Da Silva pada Konferensi World Social Forum 2003, bahwasanya: "Saya berharap pada suatu hari nanti semua rakyat akan mempunyai tanah, bahwa tidak ada lagi anak yang bangun pagi dengan ketakutan karena tidak mendapat sarapan pagi, bahwa di Brazil tidak ada lagi anak-anak yang kekurangan gizi, rakyat bisa mendapatkan akses pendidikan dan kesehatan dengan mudah dan murah, dan suatu hari nanti akan terbangun masyarakat yang penuh solidaritas, ketulusan, setara, dan adil."

Peran pemerintah dalam ekonomi, antara lain:
  1. Alokasi, maksudnya adanya keterbatasan sumber daya harus dialokasikan kepada publik dan swasta dalam memproduksinya.
  2. Distribusi, maksudnya kebijakan agar alokasi dapat terdistribusi dengan baik, misalnya kebijakan pajak dan subsidi.
  3. Stabilisasi, maksudnya terkendalinya indikator-indikator ekonomi makro, seperti inflasi dan suku bunga.
Mixed Economy:
  • Zaman Soekarno: ORI, Program Pinjaman Nasional, Badan Perancang Ekonomi, Kasimo Plan, Senering, Program Benteng, Nasionalis De Javasche Bank.
  • Zaman Soeharto: Trilogi pembangunan yang terdiri dari stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pembangunan.
  • Zaman Habiebie: nilai kurs yang stabil berada pada tingkat Rp7.000/USD.
  • Zaman Gusdur: pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
  • Zaman Megawati: meminta Paris Club menunda pembayaran utang sebesar USD 5,8 Milyar dan melakukan privatisasi BUMN.
  • Zaman SBY: adanya pembentukan KEK (Koridor Ekonomi).
Mixed Economics:
  • Negara yang menjalankan sistem perekonomian oleh swasta dan pemerintah.
  • Ternyata dilakukan juga oleh Amerika Serikat (AS) dan Perancis.
  • Merchantilism, peran pemerintah dalam proses produksi di Perancis.
  • John Maynard: The great depression, full employment act, akibat perang dunia.
  • War on Proverty, dilakukan oleh Presiden Lyndon B. Johnson.
Very ideological....?
Greenspan backs bank natinalisation:
Looking back at that belief during hearings this fall on Capitol Hill, Alan Greenspan said out loud, "I have found a flaw." Congressman Henry Waxman pushed him, responding, "In other words, you found that your view of the world, your ideology, was not right; it was not working." Absolutely, precisely," Greenspan said.
Jadi, kesimpulannya adalah peran BPK meliputi auditif dan menangani pengawasan keuangan negara. Atau kalau dalam rumusnya:
GDP = C+I+G+( X - I )