Giat Kerja Bakti Warga Rw. 16 Cililitan

Minggu, 8 Desember 2024 - Komunitas

LPJ Triwulan 3 Kopma UIN Jakarta 2024

Jum'at, 6 Desember 2024 - Koperasi

LMS UNJ Error, Menyulitkan Pejuang Sarjana

Rabu, 4 Desember 2024 - Teknologi Kampus

Munas Dekopin Menuju Indonesia Emas

Minggu, 1 Desember 2024 - Koperasi

Beli Isuzu Sekarang Juga! Sebelum Menyesal

Jum'at, 29 November 2024 - Otomotif

Jenis-Jenis Tanah di Indonesia

Jenis-jenis tanah di Indonesia diantaranya sebagai berikut:

  1. Tanah Aluvial.
  2. Tanah Andosol.
  3. Tanah Entisol.
  4. Tanah Grumusol.
  5. Tanah Humus.
  6. Tanah Inceptisol.
  7. Tanah Laterit.
  8. Tanah Latosol.
  9. Tanah Litosol.
  10. Tanah Kapur.

Tanah Aluvial

Tanah Aluvial termasuk jenis tanah yang termasuk lantaran adanya endapan lumpur. Aliran-aliran sungai membawa endapan lumpur kemudian membentuk tanah ini. Tanah tersebut pada umumnya dijumpai di bagian hilir, sebab dibawa dari hulu. Tanah tersebut lazimnya berwarna cokelat sampai kelabu.

Ciri-ciri tanah tersebut amat sesuai buat pertanian, baik pertanian padi ataupun palawija kayak jagung, tembakau serta macam tanaman sebagainya. Sebab teksturnya yang lembut serta gampang dikerjakan, maka tak harus memerlukan kerja yang ekstra untuk dicangkul.

Persebaran tanah tersebut sebagian besar tersebar di Indonesia, mulai Kalimantan, Sumatera, Papua, Jawa, dan Sulawesi.

Tanah Andosol

Tanah Andosol adalah salah satu jenis tanah vulkanik yang mana tercipta sebab terdapat proses vulkanisme gunung berapi. Tanah tersebut amat subur serta bagus terhadap tanaman.

Karakteristik tanah andosol memiliki warna cokelat keabu-abuan. Tanah tersebut benar-benar tinggi kandungan, seperti unsur hara, mineral, dan air, maka amat bagus bagi pertumbuhan tanaman. Tanah tersebut cocok sekali untuk berbagai macam tanaman yang terdapat di dunia ini.

Persebaran tanah andosol lazimnya ada di wilayah yang berdekatan di sekitar lokasi gunung berapi. Di Indonesia sendiri yang termasuk area cincin api, sebagian besar ada tanah andosol misalnya di daerah Bali, Nusa Tenggara, Jawa, dan Sumatera.

Tanah Entisol

Tanah entisol memiliki kesamaan dengan tanah andosol, namun biasanya adalah hasil pelapukan oleh substansial yang dihasilkan dari letusan gunung berapi, misalnya pasir, debu, dan lapili.

Karakteristik tanah tersebut pula subur sekali dan termasuk jenis tanah yang masih belum matang. Tanah tersebut lazimnya dapat kita jumpai tak jauh-jauh dari lokasi gunung berapi, dapat berwujud permukaan tanah tipis yang belum mempunyai lapisan tanah, serta berbentuk gundukan pasir seperti yang terdapat di Pantai Parangteritis Yogyakarta.

Persebaran tanah entisol tersebut lazimnya dekat dengan lokasi gunung berapi, layaknya di Pantai Parangteritis Yogyakarta, juga wilayah Jawa lain yang terdapat gunung berapi.

Tanah Grumusol

Tanah Grumusol terbentuk oleh adanya pelapukan batuan kapur dan tuffa vulkanik. Tanah terdapat kandungan organik yang rendah lantaran berasal dari batuan kapur. Sehingga bisa kita ambil kesimpulan, bahwasanya jenis tanah ini tidak begitu subur dan tidak sesuai jika digunakan untuk menanam tumbuhan.

Ciri-ciri tanahnya tersebut bertekstur kering dan rentan pecah, terlebih lagi ketika datang musim kemarau dan mempunyai warna hitam. Memiliki tingkat Ph yang netral sampai alkalis. Tanah tersebut pada umumnya ada di permukaan yang tingkatannya di bawah 300 meter dari permukaan laut dan mempunyai bentuk topografi yang datar sampai ada gelombangnya. Pergantian suhu di wilayah yang ada tanah grumusol amat nyata ketika datang musim panas dan hujan.

Kebanyakan persebaran jenis tanah ini tersebar di wilayah Indonesia yang banyak terdapat tumbuhan jati, lantaran teksturnya yang kering. Beberapa wilayah itu tersebar di daerah Jawa Timur (Madiun, Ngawi), Jawa Tengah (Jepara, Demak, Pati), dan Nusa Tenggara Timur.

Tanah Humus

Tanah Humus adalah tana yang tercipta dari pelapukan tanaman. Tanah ini termasuk jenis tanah yang sangat subur lantaran banyak akan kandungan unsur hara dan mineral.

Karakteristik tanah humus sangat bagus untuk dilakukan cocok tanam lantaran tanah ini benar-benar produktif dan juga bermanfaat bagi tanaman. Tanah ini mempunyai unsur hara dan mineral sebagai hasil dari tanaman yang membusuk sampai warnanya sedikit kehitam-hitaman.

Persebaran tanah jenis ini ada di berbagai wilayah yang memiliki daerah hutan luas. Di Indonesia tersebar di beberapa wilayah seperti Kalimantan, Sumatera, Jawa, Papua, serta beberapa wilayah di Sulawesi.

Tanah Inceptisol

Inceptisol tercipta karena pelapukan metamorf atau batuan sedimen yang memiliki warna sedikit kehitaman, kecokelatan, dan ada campuran yang sedikit keabu-abuan. Tanah ini bisa mendukung pembuatan hutan yang rindang.

Karakteristik atau ciri-ciri tanah ini yaitu terdapat horizon kambik, yang mana horizon ini berukuran jauh lebih sedikit dibandingkan dengan 25% horizon berikutnya yang berarti amat unik.

Tanah ini sangat pas jika digunakan untuk media tanam kebun, misalnya perkebunan kelapa sawit, dan juga selain itu bisa digunakan untuk perkebunan karet.

Persebaran tanah inceptisol ada di beberapa wilayah Indonesia, seperti di Kalimantan, Sumatera, dan Papua.

Tanah Laterit

Tanah Laterit berwarna merah bata lantaran terdapat banyak kandungan aluminium dan zat besi. Di Indonesia tanah ini kayaknya lumayan dikenal pada beberapa daerah, terlebih lagi beberapa daerah di perkampungan atau pedesaan.

Karakteristik tanah ini tergolong dari jenis tanah yang termasuk tua, makanya tidak sesuai jika digunakan untuk menanam setiap jenis tumbuhan, serta kandungan yang terdapat di dalamnya juga.

Persebaran terdapat pada beberapa daerah di Indonesia, yaitu diantaranya Jawa Timur, Jawa Barat, dan Lampung.

Tanah Latosol

Tanah jenis ini termasuk diantara tanah yang dapat dijumpai di Indonesia. Tanah ini tercipta akibat dari pelapukan batuan metamorf dan batuan sedimen.

Ciri-ciri tanah jenis ini memiliki warna merah, dan beberapanya terdapat juga yang kuning. Mempunyai solum horizon dan teksturnya bersifat kasar. Tanah ini tersebar di beberapa daerah yang bercurah hujan tinggi, tingkat kelembaban yang tinggi, dan juga tingginya mencapai 300 sampai 1.000 meter dari permukaan laut. Lantaran mengandung aluminium dan zat besi, tanah ini tidak subur, sehingga tidak cocok jika digunakan untuk bercocok tanam.

Persebaran tanah ini tersebar di beberapa daerah Indonesia, seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Bali, Lampung, Sulawesi, dan Papua.

Tanah Litosol

Tanah litosol termasuk tanah yang masih muda dan tergolong baru yang sedang berkembang. Salah satu penyebab terbentuknya tanah ini yaitu pergantian iklim, adanya vulkanisme dan topografi.

Ciri-cirinya terdapat beberapa cara supaya tanah ini terus berkembang, diantaranya yaitu dengan melakukan penanaman pohon agar memperoleh unsur hara dan mineral yang memadai. Tanah ini memiliki tekstur berbagai macam, adanya yang kasar atau bebatuan, lembut, dan adanya yang berpasir.

Persebaran tanah ini biasanya tersebar di beberapa wilayah yang terdapat kecuraman yang tinggi, misalnya Bukit Tinggi, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi.

Tanah Kapur

Tanah kapur seperti dengan namanya yang berasal dari batuan kapur yang mengalami pelapukan.

Karakteristik tanah ini karena terbentuk dari tanah kapur, maka bisa disimpulkan bahwa tanah ini tidak subur dan tidak bisa ditanami tanaman yang membutuhkan banyak air. Namun jika ditanami oleh pohon yang kuat dan tahan lama seperti pohon jati dan pohon keras lainnya.

Petunjuk Pengisian Penilaian Instrumen

Format penilaian ini terdiri atas:

  • Instrumen Pengamatan Kemampuan Mahasiswa dalam Mengembangkan Perangkat Pembelajaran (N1).
  • Instrumen Pengamatan Latihan Praktik Pembelajaran (N2).
  • Instrumen Penilaian Kepribadian dan Sosial (N3).
  • Instrumen Penilaian Laporan Akhir (N4).

Pengisian format N1, N2, dan N3 dilakukan dengan cara membubuhkan tanda cek (✓) pada rentangan skor.

Menghitung skor sesuai rumus yang sudah ditentukan.

Penilaian Kepribadian dan Sosial (N3) minimal dilakukan sebanyak 2 kali oleh dosen pembimbing dan guru pamong.

Amlodipine Besilate Tablet - Kalbe

KOMPOSISI

Tiap tablet AMLODIPINE 5 mengandung: Amlodipine Besilate 6,93 mg setara dengan Amlodipine 5 mg.

Tiap tablet AMLODIPINE 10 mengandung: Amlodipine Besilate 13,9 mg setara dengan Amlodipine 10 mg.

DESKRIPSI

Struktur amlodipine adalah 3-ethyl-5-methyl-2-(2-aminoethoxymethyl)-4-(2-chlorophenyl)-1,4-dihydro-6-methyl-3,5 pyridinedicarboxylate benzenesulphonate.

FARMAKOLOGI

Amlodipine merupakan antagonis calcium golongan dihydropirydine (antagonis ion kalsium) yang menghambat influks ion calcium melalui membran ke dalam otot polos vaskular dan otot jantung sehingga mempengaruhi kontraksi otot polos vaskular dan otot jantung. Amlodipine menghambat influks ion calcium secara selektif, di mana sebagian besar mempunyai efek pada sel otot polos vaskular dibandingkan sel otot jantung.

Efek antihipertensi amlodipine adalah dengan bekerja langsung sebagai vasodilator arteri perifer dan dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular serta penurunan tekanan darah. Dosis satu kali sehari akan menghasilkan penurunan tekanan darah yang berlangsung selama 24 jam. Onset kerja amlodipine adalah perlahan-lahan, sehingga tidak menyebabkan terjadinya hipotensi akut.

Efek antiangina amlodipine adalah melalui dilatasi arteriol perifer sehingga dapat menurunkan resistensi perifer total (afterload). Karena amlodipine tidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, pengurangan beban jantung akan menyebabkan penurunan kebutuhan oksigen miokardial serta kebutuhan energi.

Amlodipine menyebabkan dilatasi arteri dan arteriol koroner, baik pada keadaan oksigenisasi normal maupun keadaan iskemia. Pada pasien angina, dosis amlodipine satu kali sehari dapat meningkatkan waktu latihan, waktu timbulnya angina, waktu timbulnya depresi segmen ST, dan menurunkan frekuensi serangan angina, serta penggunaan tablet nitrogliceryne.

Amlodipine tidak menimbulkan perubahan kadar lemak plasma dan dapat digunakan pada pasien asma, diabetes, dan gout.

FARMAKOKINETIK

Amlodipine diabsorpsi secara bertahap pada pemberian per oral. Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 6-12 jam. Bioavailabilitas amlodipine sekitar 64-90% dan tidak dipengaruhi makanan. Ikatan dengan protein plasma sekitar 93%. Waktu paruh amlodipine sekitar 30-50 jam dan kadar mantap dalam plasma dicapai setelah 7-8 hari.

Amlodipine dimetabolisme di hati secara luas (sekitar 90%) dan diubah menjadi metabolit inaktif, dengan 10% bentuk awal serta 60% metabolit diekskresi melalui urin.

Pola farmakokinetik amlodipine tidak berubah secara bermakna pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, sehingga tidak perlu dilakukan penyesuaian dosis. Pasien usia lanjut dan pasien dengan gangguan fungsi hati didapatkan peningkatan AUC sekitar 40-60%, sehingga diperlukan pengurangan dosis pada awal terapi. Demikian juga pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.

INDIKASI

Amlodipine digunakan untuk pengobatan hipertensi, angina stabil kronik, angina vasospastik (angina prinzmetal atau variant angina). Amlodipine dapat diberikan sebagai terapi tunggal ataupun dikombinasikan dengan obat antihipertensi dan antiangina lain.

DOSIS DAN CARA PEMBERIAN

Penggunaan dosis diberikan secara individual, bergantung pada toleransi dan respon pasien.

Dosis awal yang dianjurkan adalah 5 mg satu kali sehari, dengan dosis maksimum 10 mg satu kali sehari. Untuk melakukan titrasi dosis, diperlukan waktu 7-14 hari. Pada pasien usia lanjut atau dengan kelainan fungsi hati, dosis yang dianjurkan pada awal terapi 2,5 mg satu kali sehari. Bila amlodipine diberikan dalam kombinasi dengan antihipertensi lain, dosis awal yang digunakan adalah 2,5 mg.

Dosis yang direkomendasikan untuk angina stabil kronik ataupun angina vasospastik adalah 5-10 mg, dengan penyesuaian dosis pada pasien usia lanjut dan kelainan fungsi hati.

Amlodipine dapat diberikan dalam pemberian bersama obat-obat golongan thiazide, ACE inhibitor, beta-blocker, nitrate, dan nitroglycerine sublingual.

KONTRAINDIKASI

Amlodipine tidak boleh diberikan pada pasien yang hipersensitif terhadap amlodipine dan golongan dihydropirydine lainnya.

PERINGATAN DAN PERHATIAN

Pasien dengan gangguan fungsi hati: Waktu paruh amlodipine menjadi lebih panjang, sehingga perlu pengawasan.

Pasien gagal ginjal: Perubahan dalam konsentrasi plasma, amlodipine tidak berhubungan dengan derajat kerusakan ginjal, sehingga amlodipine dapat diberikan dengan dosis biasa.

Pasien gagal jantung kongestif: Secara umum, obat golongan antagonis calcium harus diberikan secara hati-hati pada pasien gagal jantung.

Pasien usia lanjut: Waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar puncak dalam plasma serupa pada pasien muda maupun usia lanjut. Amlodipine, dalam penggunaan dosis yang serupa baik pada pasien muda maupun tua, dapat ditoleransi dengan baik. Amlodipine dapat diberikan pada pasien usia lanjut dengan dosis yang umum digunakan.

EFEK SAMPING

Secara umum amlodipine dapat ditoleransi dengan baik, dengan derajat efek samping yang timbul bervariasi dari ringan sampai sedang. Efek samping yang sering timbul dalam uji klinik, antara lain:

  • Edema.
  • Sakit kepala.
  • Kardiovaskular: aritmia, bradikardi, nyeri dada, hipotensi, takikardi.
  • Neurologi: hipestesia, neuropati perifer, parestesia, tremor, vertigo.
  • Gastrointestinal: anoreksia, konstipasi, dispepsia, muntah, diare.
  • Muskuloskeletal: artralgia, mialgia, kram otot.
  • Psikiatrik: insomnia, ansietas, depresi.
  • Respirasi: dyspnea, epistaksis.
  • Kulit: angioedema, rash.
  • Saluran kemih: nokturia.
  • Metabolik: hiperglikemia, rasa haus.
  • Hemopoietik: leukopenia, trombositopenia, purpura.
  • Secara umum: fatigue, nyeri, peningkatan atau penurunan berat badan.

KEHAMILAN DAN MENYUSUI

Belum ada penelitian pemakaian amlodipine pada wanita hamil, sehingga penggunaannya selama kehamilan hanya bila keuntungannya lebih besar dibandingkan risikonya pada ibu dan janin.

Belum diketahui apakah amlodipine diekskresikan ke dalam air susu ibu. Karena keamanan amlodipine pada bayi baru lahir belum jelas benar, maka sebaiknya amlodipine tidak diberikan pada ibu menyusui.

PASIEN ANAK

Efektivitas dan keamanan amlodipine pada pasien anak belum jelas benar.

INTERAKSI OBAT

Amlodipine dapat diberikan bersama dengan penggunaan diuretik golongan thiazide, alpha blockers, beta blockers, ACE inhibitor, nitrate, nitroglycerine sublingual, antiinflamasi non steroid, antibiotik, serta obat hipoglikemik oral.

Pemberian bersama digoxin tidak mengubah kadar digoxin serum ataupun bersihan ginjal digoxin pada pasien normal.

Amlodipine tidak mempunyai efek terhadap ikatan protein dari obat-obat: digoxin, phenytoin, warfarin, dan indomethacin.

Pemberian bersama cimetidine atau antacid tidak mengubah farmakokinetik amlodipine.

OVERDOSIS

Pada manusia, pengalaman keadaan overdosis sangat terbatas. Dosis amlodipine yang berlebihan dapat menyebabkan vasodilatasi perifer yang luas dan hipotensi sistemik yang nyata, sehingga dibutuhkan monitoring teratur dari fungsi jantung dan respirasi, dapat dilakukan elevasi ekstremitas, serta pengawasan volume sirkulasi tubuh dan keluaran urin.

Bila tidak ada kontraindikasi, obat-obatan vasokonstriktor dapat digunakan untuk mempertahankan tonus vaskular dan tekanan darah. Pemberian calcium gluconate mungkin menguntungkan. Bilas lambung mungkin dibutuhkan pada beberapa kasus.

PENYIMPANAN

Simpan pada suhu 30 derajat Celcius dan terlindung dari cahaya.

KEMASAN

AMLODIPINE 5 mg tablet: Dos isi 10 strip x 10 tablet - No. Registrasi GKL0708513910A1.

AMLODIPINE 10 mg tablet: Dos isi 10 strip x 10 tablet - No. Registrasi GKL0708513910B1.

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

HEXPARM JAYA

A Kalbe Company
BEKASI - INDONESIA

 AMLODIPINE BESILATE TABLET 

 TERSEDIA DI APOTEK ISMA FARMA 

KLIK INFO LEBIH LANJUT

Ondansetron HCI - Tablet Salut Selaput

Komposisi:

Tiap tablet salut selaput mengandung:

  • Ondansetron HCI Tablet salut selaput 4 mg: Ondansetron hydrocloride 4,99 mg setara dengan Ondansetron 4 mg.
  • Ondansetron HCI Tablet salut selaput 8 mg: Ondansetron hydrocloride 9,98 mg setara dengan Ondansetron 8 mg.

Cara Kerja:

Ondansetron suatu antagonis reseptor 5HT, yang bekerja secara selektif dan kompetitif dalam mencegah maupun mengatasi mual dan muntah akibat pengobatan dengan sitostatika dan radioterapi.

Indikasi:

Penanggulangan mual dan muntah karena kemoterapi dan radioterapi serta operasi.

Kontraindikasi:

Penderita yang hipersensitif Ondansetron.

Dosis:

  • Pencegahan mual dan muntah pasca bedah.
  • Pencegahan mual dan muntah karena kemoterapi.

Dosis pencegahan mual dan muntah pasca bedah sebagai berikut:

  • Dosis pertama: 8 mg, diberikan 1 jam sebelum pembiusan.
  • Dilanjutkan pemberian 2 dosis berikutnya 8 mg tablet dengan interval waktu masing-masing 8 jam.

Dosis pencegahan mual dan muntah karena kemoterapi:

  1. Dewasa.*)
  2. Anak-anak > 4 tahun: 5 mg/mL secara i.v. selama 15 menit segera sebelum diberikan kemoterapi, diikuti dengan memberikan 4 mg peroral tiap 12 jam selama kurang dari 5 hari.
  3. Usia Lanjut: Ondansetron dapat ditoleransi dengan baik pada penderita usia di atas 65 tahun tanpa mengubah dosis, frekuensi ataupun cara pemakaian.
  4. Penderita dengan gangguan fungsi ginjal: Tidak memerlukan penyesuaian dosis harian, frekuensi ataupun cara pemberian.
  5. Penderita dengan gangguan fungsi hati: Dosis total harian tidak boleh lebih dari 8 mg.

*) Dewasa:

  • Kemoterapi yang sangat emetogenik, misalnya cisplatin. Mula-mula diberikan injeksi 8 mg ondansetron i.v. secara lambat atau diinfuskan selama 15 menit segera sebelum diberikan kemoterapi, diikuti dengan infus 1 mg ondansetron per jam selama terus menerus, selama kurang dari 24 jam atau 2 injeksi 8 mg i.v. secara lambat atau diinfuskan selama 15 menit dengan selang waktu 4 jam. Atau bisa juga diikuti dengan pemberian 8 mg peroral 2 kali selama kurang dari 5 hari.
  • Kemoterapi yang kurang emetogenik, misalnya siklopospamid. Injeksi i.v. 8 mg ondansetron secara lambat atau diinfuskan selama 15 menit segera sebelum diberikan kemoterapi, diikuti dengan 8 mg peroral 2 kali sehari selama kurang dari 5 hari.
  • Mual dan muntah karena radioterapi: Tablet 8 mg, 3 kali/hari dimulai 1-2 jam sebelum radioterapi. Lama pengobatan tergantung panjangnya radioterapi.

Efek Samping:

  • Sakit kepala;
  • Konstipasi;
  • Rasa panas pada kepala dan epigastrium;
  • Sedasi;
  • dan Diare.

Peringatan dan Perhatian:

Sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil terutama pada semester pertama dan wanita menyusui, kecuali bila manfaat lebih besar dari resiko yang mungkin terjadi.

Overdosis:

  • Pada dosis 84 mg - 145 mg i.v. terjadi efek samping yang ringan.
  • Antidotum yang khusus tidak ada.

Cara Penyimpanan:

Simpan pada suhu di bawah 30 derajat Celcius dan terlindungi dari cahaya.

Kemasan:

  • Ondansetron HCI Tablet salut selaput 4 mg: Dus, 3 strip @ 10 tablet salut selaput, No. Registrasi GKL1819619217B1.
  • Ondansetron HCI Tablet salut selaput 8 mg: Dus, 3 strip @ 10 tablet salut selaput, No. Registrasi GKL1819619217A1.

Untuk pemakaian oral HARUS DENGAN RESEP DOKTER.

Diproduksi oleh:

L a n d s o n
PT. PERTIWI AGUNG
Bekasi - Indonesia

 ONDANSETRON HCI 

 TERSEDIA DI APOTIK ISMA FARMA 

 KLIK INFO LEBIH LANJUT