Kritikan, Sikap, dan Tuntutan Terhadap Pemprov DKI Jakarta

Jakarta (19/5) - Sepulang dari Badan Pertanahanan Nasional Jakarta Timur melewati depan Walikota Jakarta Timur, terdapat beberapa demonstran yang sedang melakukan aksi demonstrasi. Salah satu aksi demonstran ini membagikan selebaran kertas sebanyak 3 lembar kepada pengendara motor yang melintas di jalan. Kemudian saya yang sengaja mengambil untuk mengetahui isi dari lembaran tersebut. Ternyata setelah dibaca bahwasanya Forum Solidaritas Bangsa Beragama (FSBB), yang dipimpin oleh Agus Harta, Koordinator FSBB sedang mengkritik pemerintah daerah DKI Jakarta. FSBB disini tergabung dari:
  1. Forum Silaturahmi Majelis Ta'lim Jatinegara (FOSMA).
  2. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
  3. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
  4. Aliansi Muda Untuk Demokrasi (ALMUD).
Berikut isi kritikan tersebut:

Reformasi Piagam Madinah yang menjadi acuan kami berfikir dan bergerak. Rasulullah Nabi Muhammad SAW membuat dan mengawal langsung aturan-aturan di kota Madinah pada zamannya. Point-point yang tertulis di Piagam Madinah ialah mengatur semua penduduk untuk diberi kebebasan mengamalkan agama masing-masing, tiada gangguan dan paksaan dalam hal keagamaan, dan keselamatan semua penduduk adalah terjamin selama mereka mematuhi perlembagaan/administrasi yang berlaku. Rasulullah SAW mengeluarkan Piagam Madinah untuk menciptakan hidup damai, bertoleransi antar umat beragama, karena penduduk Madinah pada saat itu yang multi agama dan berlangsung adil dan damai.

Dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat 2; yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memeluk agama yang diyakininya, selain itu diperkuat juga oleh:

  • Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
  • Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 (Dua) Menteri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006.
  • Peraturan Gubernur (PERGUB) DKI Jakarta Nomor 170 Tahun 2009 tentang Forum Kerukunan Umat Beragama.
  • Peraturan Gubernur (PERGUB) DKI Jakarta Nomor 83 tentang Prosedur Pemberian Persetujuan Pembangunan Rumah Ibadat.
Semua yang tertulis diatas adalah landasan berfikir dan pergerakan kami yang bersatu di FSBB. Melihat kejadian dan kejanggalan proses pembangunan rumah peribadatan (Gereja) di Jl. Catur Tunggal Rt. 012 Rw. 01, Kelurahan Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, yang telah mengundang banyak pertanyaan dan keresahan oleh masyarakat setempat, persoalan pertama yaitu soal persetujuan atau ijin membangun gereja terhadap masyarakat setempat. Persoalan-persoalannya antara lain:

  • Persoalan pertama yaitu soal persetujuan atau ijin membangun gereja terhadap masyarakat setempat.
  • Adanya pengkondisian atau pembagian uang sogok tanpa ada surat keterangan tertulis perihal ijin pembangunan Gereja kepada masyarakat setempat.
  • Dan masyarakat yang menerima dan menandatangani, sekarang merasa kecewa dan dibohongi, karena sudah jelas pihak pemilik Gereja tidak mensosialisasikan niat baiknya untuk membangun Gereja.
Dan kami menilai persoalan pertama adalah pihak pemilik Gereja telah melakukan pembodohan dan penipuan terhadap masyarakat, dan itu adalah perbuatan melawan hukum dan perlu di tindak pidana.

Dan beberapa tokoh masyarakat pun menjelaskan, bahwa sejak awal tahun 1989 sipemilik rumah yang beralamatkan di Jl. Catur Tunggal Rt. 012 Rw. 01, Kelurahan Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, tokoh masyarakat menjelaskan bahwa tempat tersebut adalah Rumah Tinggal Keluarga. Sejak tahun 1989 masyarakat pun menaruh kecurigaan, karena pihak pemilik rumah telah mengalihfungsikan yang tadinya rumah tinggal menjadi rumah peribadatan (Gereja) dan itu dilakukan tanpa adanya sosialisasi dan perijinan kepada pengurus RT/RW, tokoh masyarakat, dan masyarakat setempat. Dan akhirnya masyarakat menentang keras pada saat itu, karena tidak ada surat perijinan dari pemerintah setempat. Berjalannya waktu, pihak pemilik rumah tinggal yang dijadikan Gereja terus menjalankan peribadatan, dan menurut kami dari FSBB menilai masyarakat sudah melaksanakan toleransi sesama umat beragama.

Dan di tahun 2013, pihak pemilik rumah tinggal yang dialihfungsikan menjadi Gereja, kini melakukan hal yang sama, membangun rumah peribadatan tanpa adanya surat ijin mendirikan bangunan (IMB), di era reformasi saat ini masyarakat sudah mulai cerdas dan melek hukum, inisiatif masyarakat melaporkan dari pemerintahan kelurahan, kecamatan sampai ke Walikota Madya Jakarta Timur. Dan pemerintah kecamatan menanggapi pengaduan masyarakat dan menyatakan "benar, bahwa tidak ada IMB untuk pembangunan Gereja", bahkan pejabat kecamatan pun mengeluarkan pernyataan untuk menghentikan pembangunan hingga menyegel bangunan tersebut pada Mei 2013, namun pembangunan Gereja terus dilakukan hingga 2015 dan tidak mematuhi peraturan pemerintah setempat dan itu sudah termasuk melawan hukum yang berlaku di Republik Indonesia. Ada pelanggaran tentunya ada sanksi yang harus dikenakan kepada pihak pemilik Gereja. Dan upaya hukum sudah kami tempuh ke beberapa instansi terkait, tetapi lambannya proses penegakan hukum di Republik Indonesia sudah menjadi barang yang lumrah sehingga krisis kepercayaan masyarakat semakin meningkat. Jangan Salahkan Rakyat Jika Terjadi Perpecahan Antar Umat Beragama Di DKI Jakarta.

Untuk menjaga Bhinneka Tunggal Ika dan untuk mengantisipasi adanya konflik horizontal, kami berharap kepada pihak pemerintah dan pihak yang berwajib tidak melakukan politik pembiaran terhadap permasalahan yang ada.

Adapun sikap dan tuntutan yang disampaikan dalam aksi ini adalah sebagai berikut:
  1. Bongkar segera Gereja di Cipinang Muara Jakarta Timur tanpa ijin mendirikan bangunan (IMB).
  2. Gubernur DKI Jakarta harus bersikap tegas menghadapi persoalan bagi umat beragama yang melawan hukum dan HAM.
  3. Tangkap mafia perijinan pembangunan yang menyebabkan konflik agama di Jakarta.
  4. Dinas Kesbangpol Pemprov DKI Jakarta harus cerdas menanggapi persoalan bangsa atau bubarkan FKUB.
  5. Pecat oknum Lurah, Camat, Walikota yang berkonspirasi pemecah belah umat.

0 comments:

Posting Komentar