Oleh Abdullah Alawi*
”Astaga….,” pekikku dalam hati ketika melihat benda yang tergantung di cantelan daun pintu toilet ini. Aku mengusap muka beberapa kali. Aku menarik nafas panjang; antara percaya dan tidak akan pandangan mataku: Celana itu mengingatkanku pada peristiwa naas beberapa puluh tahun silam ketika aku masih muda belia.
Waktu itu aku menumpangi bus. Sesampai di terminal, aku langsung berlari seperti dikejar syetan. Tujuanku: toilet di pojok terminal. Seumur hidup baru merasakan: kebelet BAB itu menyiksa. Beruntung toilet sepi. Aku langsung masuk ruangan pertama. Membuka celana tergesa. Kemudian ambil posisi yang dahsyat.
Tapi kurang ajar, syetan alas! Entah sebab apa, sontak kebelet itu hilang. Mungkin “mereka” mengurungkan niatnya melongok dunia baru. Masih betah di perut. Sialan! Beberapa saat aku hanya melamun tak jelas juntrungnya. Pada waktu itulah sudut mataku melirik celana tergantung di cantelan. Entah kenapa, aku memperhatikan dengan seksama sambil menunggu “mereka” keluar.
Setelah dipastikan “mereka” benar-benar mengurungkan niatnya, aku pergi. Dan tetap bayar sesuai tarif. Sialan!
***
*Sumber: Fiksi Angkringanwarta.