Rangga Pilih Mati, Demi Ibu

Malam nyaris berakhir. 

Subuh sebentar lagi datang. 

Namun bagi bocah 9 tahun 

bernama Rangga, 

itulah malam terakhirnya 

melihat wajah ibunya. 


Dan malam ketika keberaniannya 

mengalahkan rasa takut 

tapi tidak mampu 

menaklukkan kekejaman seorang manusia. 


Rangga saat itu sedang tidur 

bersama sang ibu. 

Sementara sang ayah 

yang merupakan seorang nelayan 

tengah pergi memancing di tambak. 


Ia Anak yang cerdas, juga periang 

dan selalu mendapat peringkat di sekolah. 

Ia juga sudah lancar membaca Alquran. 


Pelaku--Samsul Bahri, 

seorang pengangguran 

masuk ke rumah mereka 

yang berada di tengah kebun sawit. 


Ia membawa parang. 

Mencoba mencongkel pintu rumah. 

Dan masuk ke dalam kamar 

dengan niat paling keji, 

hendak memperkosa perempuan di rumah itu. 


Ibu Rangga terbangun. 

Ia Terkejut. 

Namun, Tak sempat kabur. 

Ia lalu membangunkan Rangga 

dan memintanya lari. 


Namun Rangga menolak. 

Ia tidak lari. 

Ia justru berteriak. 

Meminta tolong 

dengan suara kecilnya 

yang mengguncang malam. 


Pelaku murka. 

Ia membacok pundak kanan Rangga, 

lalu menebas leher 

dan menusuk pundak kirinya. 


Tubuh kecil itu roboh. 

Tapi suaranya masih terdengar: 


"Sakit, Bu..." 


Itulah kata terakhir Rangga 

sebelum diam untuk selamanya. 


Tak sampai di situ. 

Pelaku lalu menyeret Ibu Rangga, 

membenturkan kepalanya ke beton, 

dan memperkosanya 

saat ia tak sadarkan diri. 


Pelaku lalu memasukkan jasad Rangga 

ke dalam karung. 

Dibawa ke sungai untuk dibuang, 

seolah nyawa anak 

seberharga daun kering. 


Beruntung, Ibu Rangga masih hidup. 

tepat saat azan Subuh berkumandang, 

Ia berhasil melepas ikatan di tangannya 

dan berlari menuju rumah warga. 


Kisah ini mengguncang Aceh. 

Indonesia menangis. 

Rangga menjadi simbol keberanian sejati. 

Ia tidak lari meski diberi kesempatan. 

Ia berdiri demi ibunya. 

Demi kehormatan. 

Demi cinta. 


Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya 

atas gugurnya Rangga, 

anak yang mengajarkan dunia 

bahwa keberanian tidak diukur dari usia, 

tapi dari seberapa kuat seseorang 

berani berdiri untuk yang ia cintai. 


Selamat jalan, Rangga. 

Surga pasti menyambutmu 

dengan pelukan yang lebih hangat 

daripada dunia yang terlalu kejam 

untuk anak seusiamu. 


10 Oktober 2020 – Birem Bayeun, Aceh Timur. 



Sumber: arsip_tersembunyi.

0 comments:

Posting Komentar