Sampurasun Aki Lengser dalam Pernikahan Adat Sunda

Sabtu, 21 Desember 2024 - Budaya

Hydro Jet System

Sabtu, 14 Desember 2024 - Teknologi

Giat Kerja Bakti Warga Rw. 16 Cililitan

Minggu, 8 Desember 2024 - Komunitas

LPJ Triwulan 3 Kopma UIN Jakarta 2024

Jum'at, 6 Desember 2024 - Koperasi

LMS UNJ Error, Menyulitkan Pejuang Sarjana

Rabu, 4 Desember 2024 - Teknologi Kampus

Akademis Versus Aktivis

Oleh Redaksi Buletin Hakam Peradilan Agama
Edisi November 2009

Mendengar kata “akademis” secara langsung kita sudah tahu bahwa mahasiswa yang mendapat predikat akademis adalah yang rajin kuliah, cerdas, aktif dalam diskusi, suka membaca buku, dan indeks prestasinya cumlaude. Orang tua bila diberi pertanyaan, “Mau gak punya putra putri yang mendapat predikat akademis sebagaimana criteria di atas ?”. Pasti mereka secara kompak akan menjawab, “Mau”. Memang orang tua yang membiayai kuliah pasti berharap putra putrinya akan menjadi manusia yang cerdas, baik cerdas otaknya dan juga hatinya alia shaleh.

Menjadi akademis sejati memang perlu perjuangan yang tidak mudah. Di samping harus rajin kuliah, juga rajin berdiskusi agar dirinya terbiasa mengeluarkan pendapat dan mengasah ide-ide yang ada dalam otaknya. Orang yang biasa berdiskusi akan memiliki mental berani dan cepat tanggap dalam mengatasi permasalahan. Nah, dalam berdiskusi juga harus punya modal, yakni pengetahuan yang luas. Jangan jadi “tong kosong nyaring bunyinya”, bersuara tapi gak ada isinya. Oleh karena itu, membaca buku itu sangat penting. Apalagi kampus sudah menyediakan fasilitas perpustakaan yang cukup memadai. Selain itu, media pengetahuan bukan hanya buku, ada surat kabar, majalah, internet, televisi, dan lain-lain.

Selain tipe mahasiswa akademis, ada juga tipe mahasiswa aktivis. Mendengar kata “aktivis” pasti kita tahu bahwa mahasiswa yang mendapat predikat ini adalah orang yang aktif di organisasi, baik di kampus maupun di luar kampus. Kesehariannya sibuk dengan organisasi, mulai rapat, membuat acara, mengurus proposal, seminar, diskusi, bahkan melakukan aksi bila dibutuhkan. Menjadi aktivis memang hal yang membanggakan, selain akan memiliki banyak teman, pasti akan banyak pengalaman yang tidak didapatkan di bangku perkuliahan.

Tidak semua mahsiswa mau menjadi aktivis. Alasannya tidak diizinkan orang tua, takut kuliah terlantar, takut indeks prestasi berantakan, atau bahkan malas karena masih senang jalan-jalan, hura-hura, dan menikmati masa muda untuk senang-senang. Apakah benar pendapat sebagian orang bila menjadi mahasiswa aktivis, kuliah akan terlantar dan indeks prestasi berantakan ? Bisa tidak menjadi aktivis sekaligus menjadi akademis?

Pendapat sebagian orang bahwa mahasiswa aktivis itu kuliahnya terlantar dan indeks prestasinya berantakan, memang benar dan salah. Benar karena ada sebagian aktivis yang jarang masuk kuliah dan indeks prestasinya hancur berantakan. Salah karena ada juga aktivis yang tetap rajin kuliah dan indeks prestasinya baik, bahkan ada yang cumlaude. Jadi benar atau salahnya pendapat tadi tergantung pribadi masing-masing aktivis, apakah ia bisa mengatur kesibukan di organisasi dengan waktu kuliah atau tidak?

Mahasiswa aktivis bisa menjadi akademis sekaligus. Aktivis dan akademis bukanlah kedua hal yang saling bertentangan, justru keduanya bisa saling berjalan beriringan dan saling mengisi kekurangan. Nah yang bahaya adalah mahasiswa no aktivis or akademis, yakni sudah tidak mau aktif di organisasi juga kuliahnya malas, tidak suka diskusi apalagi membaca buku di perpustakaan. Mahasiswa seperti ini yang harus lenyap dari muka bumi. Oleh karena itu, menjadi aktivis yang aktif di organisasi sekaligus menjadi akademis yang cerdas, rajin, dan memiliki indeks prestasi tinggi bukanlah keniscayaan. Kemampuan mengatur waktu adalah kunci suksesnya seorang aktivis akademis. Jadi, menjadi aktivis sekaligus akademis, Why Not ???

Workshop Jurnalistik Untuk Mahasiswa FSH

Oleh Redaksi Buletin Hakam Peradilan Agama
Edisi November 2009

Sebuah susunan kepanitiaan Fakultas Syari’ah dan Hukum yang terdiri dari beberapa orang dosen, telah mengadakan workshop jurnalistik bagi beberapa orang mahasiswa perwakilan masing-masing prodi. Melalui workshop yang berlangsung selama dua hari itu 20-21 Oktober diharapkan dapat merangsang dan memicu kembali semangat tulis menulis mahasiswa FSH yang belakangan ini mulai luntur dan jarang terdengar.

Pada hari pertama, acara dibuka langsung oleh Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum, Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MH, MM, dalam sambutannya beliau berpesan agar mahasiswa lebih berkreatifitas lagi dalam dunia tulis menulis.

Acara yang dilaksanakan di ruang teater lantai 6 dan ruang rapat dekan ini, dibagi menjadi beberapa sesi penyampaian materi terkait dunia jurnalistik. Di antara materi itu seputar manajemen jurnal dan bulletin, teknis penulisan artikel ilmiah, teknik wawancara, penulisan berita, dan feature, bahkan pengelolaan website berita. Setiap meteri disampaikan oleh dosen-dosen yang berkompeten dan sudah bergelimang dalam dunia jurnalistik, sebut saja Drs. Nanang Syaikhu, Dr. Syahrul Adam, dan Ilham Aufa S.EI. pada acara penutupan oleh Pudek III FSH, beliau menyampaikan bahwa sebagai follow up dari workshop itu, akan diberikan suntikan dana bagi setiap prodi yang mengajukan proposal untuk membuat sebuah jurnal ataupun bulletin prodi. Oleh karena itu, ditekankan pada semua peserta untuk segera merancang bulletin tersebut dalam waktu dekat ini, sebagaimana Hakam dari konsentrasi Peradilan Agama, dan Mu’amalatuna dari Perbankan Syari’ah.

Nasi Kotak untuk Peserta Propesa Peradilan Agama

Oleh Ridwan Damunthe*

Kepanitiaan dalam sebuah kegiatan adalah amanah yang wajib dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Menjadi panitia bukanlah ajang mencari keuntungan sebanyak-banyaknya bagi pribadi maupun kelompok. Panitia yang baik adalah yang memberikan pelayanan sebaik mungkin sehingga tujuan sebuah kegiatan tercapai.

Hal ini disadari betul oleh panitia propesa jurusan yang dikomandani Ridwan Damunthe, mahasiswa semester 5. Propesa jurusan Peradilan Agama tahun 2009 harus lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Walaupun propesa tahun ini tidak bisa dihadiri para pengurus BEM dari semester 7 yang sedang melaksanakan KKS, tidak membuat panitia dari semester 5 dan 3 kerepotan. Dengan motto “Bondo Bahu Pilkir Lek Perlu Sak Nyawane Pisan”, membuat panitia kompak melaksanakan kegiatan dengan mencurahkan tenaga, pikiran, dan waktu dengan semangat keikhlasan demi suksesnya kegiatan ini.

Pada tahun ini jurusan diberikan waktu lebih lama dari tahun sebelumnya. Mahasiswa baru pertama kali diperkenalkan dengan jurusannya pada hari pertama propesa. Panitia jurusan mendapat kesempatan menyelenggarakan kegiatan mulai pukul 10.00-17.00 WIB.

*Mahasiswa Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menulis di Buletin Hakam Peradilan Agama Edisi November 2009.

Festival Tanpa Nama