Monev Kinerja PNS Jakarta Timur 2023

Jakarta | Rabu, 20 Desember 2023 - Kepada yang terhormat, seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lingkungan Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Kota Administrasi Jakarta Timur.

Pembuatan Pesan Izin GDPR

Rabu, 1 November 2023 - Admin berniat ingin membuka google adsense guna mengecek penghasilan dari adsense,...

Asphalt 9: Ares S1 Grand Prix - Greenland Coastal Ice

Senin, 16 Oktober 2023 - Setelah mencoba tes rekam video melalui software Clipchamp, akhirnya gw mencoba kembali merekam video game.

Claim Daily Events Asphalt 9

Senin, 16 Oktober 2023 - Testing record video pake software Clipchamp.

Penginputan EKIN Bulan Juli 2023

Selasa, 1 Agustus 2023 - Info PTK memberitahukan kepada seluruh PNS dan CPNS di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta.

PT. HIJAS LINE TUJUH TUJUH - HIJAS TRANS 77

Analisis SWOT pada Panitia Pelantikan Kopma UIN Syahid 2012

Acara pelantikan Koperasi Mahasiswa Universitas Syarif Hidayatullah yang diadakan pada tahun 2012 lalu, telah dianalisa mengenai SWOT pada panitia acaranya, antara lain:

A. Strength.
  1. Adanya sumber dana dari dana DKM (Dana Kegiatan Mahasiswa).
  2. Anggota panitia acara pelantikan dengan jumlah yang cukup dan terstruktur. Walaupun panitia yang ikut serta hanya sedikit, tetapi acara tetap berjalan dengan baik dan lancar serta tidak ada hambatan berarti yang dihadapi panitia.
  3. Adanya rapat persiapan yang cukup matang dari panitia sebelum hari berlangsungnya acara secara intensif.
  4. Adanya bimbingan dari para pengurus senior di KOPMA kepada para panitia pelantikan dalam merancang berlangsungnya acara baik berupa teknis maupun non-teknis sehingga panitia tidak merasa terlalu kesulitan.
  5. Peserta yang hadir dalam acara terdiri dari pengurus dan pengawas Koperasi Mahasiswa yang lama maupun yang akan dilantik serta tamu undangan yang terdiri dari undangan IKM dan undangan rektorat.
B. Weakness.
  1. Banyak dari anggota panitia yang mengalami kendala pada waktu rencana rapat.
  2. Ada dari beberapa anggota panitia yang bertugas mengisi acara kemudian mengundurkan diri.
  3. Gladiresik tidak berjalan dengan baik.
  4. Ada dari beberapa calon pengurus dan pengawas koperasi mahasiswa yang terlambat hadir, sehingga menyebabkan waktu pelaksanaan acara yang diundur dari waktu yang telah direncanakan.
  5. Acara berlangsung dengan sangat formal hingga akhir tanpa adanya jeda atau hiburan, sehingga membuat beberapa peserta rapat merasa bosan dalam ruangan.
C. Opportunity.
  1. Tersedianya dana dari DKM.
  2. Tersedianya tempat dan sarana yang cukup untuk dilaksanakannya acara.
  3. Adanya pembicara yang siap untuk mengisi acara.
  4. Adanya dukungan dari UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) lain.
  5. Adanya dukungan dari seluruh anggota koperasi mahasiswa dan dari para alumni pengurus di KOPMA.
  6. Diadakannya hiburan dari panitia sehingga acaranya akan lebih menarik dan tidak terlalu membosankan.
D. Threat.
  1. Surat keputusan dari rektorat yang terlambat turun.
  2. Para calon pengurus dan pengawas koperasi mahasiswa yang terlambat datang saat berlangsungnya acara.
  3. Acara yang diundur membuat panitia kecewa dan berkurangnya semangat, hal ini tentu berdampak pada persiapan acara kedepannya selain itu jumlah anggaran yang di dapat panitia juga tidak sesuai (lebih sedikit) dengan proposal yang diajukan ke rektorat sehingga panitia harus melakukan penghematan untuk mengalokasikan dana.

Tips Menemukan Masalah Skripsi

Seringkali kita pasti pernah mendengar kata-kata yang terucap dari seorang mahasiswa/i dalam menemukan kesulitan dalam skripsi, seperti “Ah... proposal judul skripsi yang saya ajukan ditolak oleh pembimbing akademik, kata beliau dalam proposal itu tidak terdapat masalah yang jelas untuk diteliti”.

Hal senada mungkin juga pernah dialami oleh teman-teman yang sedang mencoba untuk fokus dalam penulisan tugas akhir alias skripsi. Dalam penulisan skripsi, masalah memang suatu hal yang paling esensial. Karena tidak mungkin adanya penelitian, jika tidak ada masalah yang muncul, dengan kata lain masalah adalah objek penelitian tersebut.

Nah, sekarang bagi para Mahasiswa/i jangan berkecil hati lagi, karena penulis akan memberikan tips-tips untuk mendapatkan masalah yang tepat dari tema skripsi yang akan diteliti dan akhirnya mahasiswa/i dapat menyelesaikan SKRIPSI tersebut.

Apa masalahnya?
Yakinkan bahwa masalah tersebut cukup baik untuk dibahas.
Mengapa memilih masalah tersebut?
Ini akan mempengaruhi strategi teman-teman dalam mengerjakan skripsi. Usahakan memilihnya karena menyenangi bidang masalah tersebut.
Bagaimana masalah tersebut akan dapat diselesaikan?
Ini tentu memperkirakan ilmu-ilmu apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Apakah teman-teman merasa mampu atau tidak untuk menyelesaikan skripsi tersebut, terkait dengan faktor dan biaya.
Apa yang didapatkan ketika masalah tersebut terpecahkan?
Ini bisa mendukung kepercayaan diri jika solusi dari skripsi ini akan berharga. Termasuk menjadi nilai tambah ketika melamar kerja.
Mampu memformulasikan masalah yang dipilih!
Usahakan memformulasikan masalah dalam bentuk tulisan pendek atau abstrak. Manfaatnya, teman-teman sudah berusaha memfokuskan pikiran ke masalah tersebut dengan menuliskannya. Ada tiga tahapan, yaitu:
  1. Intro, yakni mengenalkan masalah, apa, mengapa, dan batasan-batasannya, yang masuk BAB I dan BAB II.
  2. Progress, yakni tentang bagaimana masalah tersebut dicoba dipecahkan, termasuk   juga pembahasannya, masuk BAB III dan BAB IV.
  3. Kesimpulan, yakni tentang bilamana masalah dapat terpecahkan, masuk BAB V.
Evaluasi abstrak bersama dosen!
Bagus atau tidaknya, teman-teman bisa meminta masukan, evaluasi, dan kritikan dengan mendiskusikannya bersama teman-teman lain ataupun dosen yang dirasa bisa memahami masalah tersebut. Jika abstrak sudah OK, maka penulisan skripsi bisa dilanjutkan.

Selamat mencoba ya kawan-kawan semoga “penolakan” itu tidak terdengar lagi di telinga kita semua......!!!!!!!!!! Amien.

Tiga Sifat Menggugah Hati Manusia

Oleh Muhammad Ashsubli*

Documenter - Sebelumnya artikel ini pernah dimuat dalam Buletin Hakam Peradilan Agama Edisi November 2009. Tiga sifat ini sudah tidak asing lagi di pendengaran kita sebagai mahasiswa dan juga pemuda. Yakni malu, takut, dan cinta ternyata ketika penulis selidiki 3 sifat ini menjadi kekuatan yang luar biasa untuk menggerakkan orang. Melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena didorong oleh salah satu dari ketiga sifat itu. Oleh karena, rasa malu tidak akan lulus misalnya, maka seorang mahasiswa terpaksa tidak tidur semalaman, belajar menghadapi ujian. Karena malu selalu ditegur tentang skripsi, atau thesis, dan bahkan disertasinya yang tidak selesai-selesai, maka mahasiswa yang bersangkutan tidak pernah istirahat menyelesaikan tugasnya itu.

Selain malu, seseorang bergerak atau tidak bergerak karena didorong oleh rasa takut dan cinta. Karena takut dimarahi oleh orang tuanya, maka seorang anak tidak berani pulang ke rumah. Karena rasa takut maka seseorang terpaksa bekerja seharian tidak mengenal lelah menyelesaikan tugasnya. Karena takut sebatas ditegur oleh atasan, maka seorang bawahan tidak berani pulang duluan sebelum pimpinannya pulang. Demikian pula didorong oleh rasa cinta, maka seorang pemuda melakukan apa saja agar wanita yang dicintai berpihak padanya. Seorang tokoh mengorbankan apa saja yang dimiliki, untuk membela pengikut yang dicintainya.

Antara rasa takut dan malu, sekalipun keduanya merupakan kekuatan penggerak, masing-masing memiliki perbedaan. Rasa takut mendorong seseorang melakukan atau justru menghindari dari sesuatu karena keterpaksaan. Yaitu terpaksa dilakukan oleh karena takut datangnya ancaman yang tidak mengenakkan. Berbeda dengan takut adalah rasa cinta. Atas dasar rasa mencintai maka seseorang melakukan sesuatu, dan bahkan dengan perasaan cinta itu pula maka seseorang berani berkorban. Oleh karena maka sering muncul kalimat indah, yakni cinta adalah pengorbanan.

Akhir-akhir ini ketiga sifat itu rasanya semakin kurang mewarnai kehidupan masyarakat, dan bahkan hilang. Dulu, jika seseorang memiliki saudara terlibat kriminal, sekalipun sederhana, misalnya dituduh mencuri maka tidak saja yang bersangkutan, bahkan saudara-saudaranya pun menghindar karena malu. Berbeda dengan itu, pada saat sekarang ini, maka jangankan melakukan kesalahan kecil-kecilan, bahkan berkorupsi bermilyaran rupiah sekalipun, seperti tidak ada seuatu yang dirasakan mengganggu.

Berbagai kejahatan dilakukan atas dasar kalkulatif. Melakukan korupsi milyaran rupiah, lalu dihukum beberapa tahun, dianggap lebih untung daripada bekerja yang tidak akan mendapatkan keuntungan sebesar itu. Keanehan lain, seseorang merasa biasa menjenguk saudaranya ke penjara, karena terlibat kriminal. Melakukan kejahatan hingga dihukum sudah tidak dirasakan sebagai suatu yang nista, bahkan aib.

Orang-orang dahulu, oleh karena rasa malu, maka tidak berani mencalonkan diri sebagai pimpinan masyarakat, takut kalau di kemudian hari akan dipandang tidak mampu. Sekarang ini, yang terjadi justru sebaliknya. Tanpa melihat kemampuan dirinya, prestasi yang pernah dihasilkan, berkampanye agar dipilih sebagai calon pemimpin. Bahkan, sekalipun tidak memenuhi syarat, seseorang berani menempuh jalan yang kurang terpuji, misalnya dengan cara membayar atau membeli suara, menyuap atau menyogok, memalsukan persyaratan, dan lain-lain.

Rupanya ketiga sifat tersebut, malu, takut, dan cinta sudah dibeli atau diganti dengan uang. Budaya masyarakat sudah bersifat transaksional. Apa saja sudah dapat digerakkan dengan uang, bahkan untuk mengejar uang, maka rasa malu, takut, dan cinta sudah ditinggalkan. Pepatah yang mengatakan bahwa, “jika sudah tidak punya rasa malu, maka berbuatlah sekehendak hatimu”. Maka, pepatah itu ternyata sudah menjadi kenyataan di tengah masyarakat luas. Rasa malu, takut, dan cinta sudah semakin sulit ditemukan. Ironinya lagi bahwa hal semacam itu sudah menembus ke semua wilayah kehidupan. Bahkan wilayah yang seharusnya dijaga dari kegiatan transaksional sekalipun, pada saat ini sudah dijalankan seperti halnya di pasar. Semua sudah dijalankan dengan pendekatan transaksional. Bahkan sampai-sampai, seorang tokoh agama, baru bersedia memimpin do’a, asal diberi honorarium.

Bayangkan, memimpin permohonan kepada Tuhan pun memerlukan honor. Kita juga melihat gejala menyedihkan lainnya, bahwa orang tidak lagi merasa malu mengikuti pendidikan dengan pendekatan transaksional. Belajar dan tugas-tugasnya diselesaikan ala kadarnya, asalkan membayar, kemudian lulus dan disandanglah gelar akademik.

Tiga sifat luhur sebagai penyangga peradaban, akhir-akhir ini sudah semakin hilang, dan digantikan dengan uang. Sebagai akibatnya, tatkala orang tidak memiliki rasa malu, takut, dan cinta, maka terjadilah saling berebut apa saja. Sebaliknya, yang muncul adalah saling membangun kekuatan masing-masing untuk mendapatkan kemenangan dan keuntungan. Sebab dirasakan, ternyata siapa yang kuat, maka merekalah yang menang dan menganggapnya akan mendapatkan kebahagiaan. Suasana perebutan semacam itu, pada saat ini sudah tampak sejak dari hulu hingga hilir.

Mengamati dan sekaligus melihat kenyataan itu, seorang teman merasakan keprihatinannya, kemudian mengajak berdiskusi, bagaimana mengatasi persoalan itu. Saya menjawabnya ringan, ialah ajaklah bangsa ini agar memiliki rasa malu, takut, dan cinta, sebagaimana masyarakat dahulu telah memeliharanya. Jika mau merenung secara mendalam, saya yakin akan ditemukan kesimpulan bahwa sesungguhnya bangsa ini bukan miskin sembako, melainkan adalah masih miskin dari sifat-sifat mulia tersebut, termasuk di kalangan sebagian para pemimpinnya. Wallahu a’lam.

*Mahasiswa Peradilan Agama Fakultas Syari'ah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ketua IPEMALIS Jakarta tahun 2009.

Leadership Camp

Arifin Bahtiar*

Documenter - Sebelumnya artikel ini pernah ditulis dalam Buletin Hakam Peradilan Agama Edisi November 2009. Dalam rangka tahun ajaran baru 2009/2010 segenap Badan Eksekutif Mahasiswa berburu merancang kegiatan menyambut mahasiswa baru demi mengisi agenda kegiatan tahunan. Pada kesempatan kali ini BEMJ Peradilan Agama mengadakan kegiatan Leadership Camp yang diadakan pada hari Jum’at-Minggu, 16-18 Oktober 2009. Yang dikoordinatori oleh Mahasiswa jurusan Peradilan Agama semester III.

Acara ini diadakan dengan tujuan membentuk karakter kepemimpinan yang berkualitas pada mahasiswa dan menguatkan tali emosional antara mahasiswa baru dan mahasiswa angkatan sebelumnya. Acara ini dipersiapkan oleh panitia dengan semaksimal mungkin selama kurang lebih satu bulan. Mulai dari persiapan dana, akomodasi, transportasi, tempat, dan konsumsi.

Pada tanggal 16 Oktober, acara dilaksanakan di Aula SC, acara dimulai setelah shalat Dzuhur tepatnya pada pukul 13.00 WIB hingga 18.00 WIB. Dengan rangkaian acara seminar nasional dengan tema “Mengupas Operasi Calon Pengantin di Kalangan Pemuda Sekitar Kita” dengan nara sumber Dr. Wawan H. Purwanto (sebagai Pengamat Intelijen). Seminar tersebut mengupas masalah teroris yang belakangan sangat hangat dibicarakan, karena munculnya berita tertangkapnya teroris di dekat kampus UIN Ciputat, tepatnya di daerah Semanggi.

Kemudian disusul acara pelatihan dengan materi “Latihan Dasar Kepemimpinan” dengan pemateri Drs. Djaka Badrayana, ME., acara berlangsung cukup menarik dan mendapat respon yang cukup baik dari para peserta, namun ditengah berlangsungnya acara terjadi peristiwa yang tak terlupakan yaitu gempa yang terjadi di Kulon Banten, yang getarannya terasa sampai ke Ciputat, sehingga seluruh yang berada di ruang aula SC merasakan getaran gempa tersebut. Rungan pun sampai kosong oleh para peserta yang lari keluar ruangan saat Drs. Djaka Badrayana, ME., memberikan materi tentang Latihan Dasar Kepemimpinan. Dan acara diakhiri dengan kegiatan mentoring.

Pada tanggal 17 Oktober 2009, seluruh panitia dan peserta acara pelatihan Leadership Camp berangkat menuju Cilember, Bogor. Untuk melanjutkan acara pelatihan tersebut. Kami berangkat pukul 08.30 WIB dan tiba di Cilember pada pukul 11.00 WIB. Para peserta dipersilahkan istirahat terlebih dahulu, kemudian shalat dan makan. Setelah itu, peserta memasuki pembahasan materi kedua tentang “Manajemen Organisasi” dengan pemateri Teuku Mahdar Ardian. Lalu disusul dengan rangkaian acara games dan mentoring.

Pada pukul 19.30-21.00 WIB materi dilanjutkan sebagai materi ketiga yang bertema “Membentuk Karakter Akademis Hukum yang Progresif” dengan pemateri Muhammad Isnur, SHI. Pada hari Minggu, 18 Oktober 2009 setelah shalat Shubuh berjama’ah peserta dan panitia berkumpul di taman villa untuk senam pagi dan dilanjutkan perjalanan ke Curug Panjang sebagai hiburan dan diisi dengan acara out bound.

Selesai wisata Curug, peserta dipersilahkan istirahat dan menyantap makan siang yang sudah dipersiapkan oleh bagian konsumsi yang dikoordinatori oleh Siti Hidayah dan kawan-kawannya. Setelah itu kami mulai berkemas-kemas untuk pulang, sebelum pulang peserta berkumpul di halaman depan guna perkenalan pengurus BEMJ. Selesai, kami pun pulang menuju Ciputat dengan perjalanan yang lancar meskipun sempat turun hujan.

Sebagai Ketua Panitia, saya bersyukur atas terlaksananya kegiatan Leadership Camp ini yang berjalan dengan lancar, walaupun masih terdapat kekurangan. Namun, semuanya tetap terlaksana dengan kerjasama panitia dan dukungan Steering Commite. Dan saya berharap kegiatan ini menjadi motivasi bagi mahasiswa untuk menjadi Leader yang berkualitas bagi dirinya dan masyarakat luas.

*Mahasiswa Fakultas Syari'ah & Hukum Jurusan Peradilan Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Keributan Kecil Pada Propesa Peradilan Agama

Documenter - Sebelumnya artikel ini pernah ditulis oleh Buletin Hakam Peradilan Agama Edisi November 2009. Propesa yang rutin diadakan setiap tahun, merupakan acara wajib yang diadakan untuk menyambut mahasiswa/i baru. Acara itu ditujukan khususnya bagi mahasiswa baru sebagai masa perkenalan baik antara sesama mahasiswa, mahasiswa dengan kampus UIN, mahasiswa dengan Fakultas, dan juga mahasiswa dengan Prodi yang mereka pilih.

Namun khususnya bagi propesa di Fakultas Syari'ah & Hukum tahun ini, terdapat sedikit keganjalan yang mengundang perhatian. Hal ini merupakan kesalahpahaman antara personil BEM FSH dengan BEMJ Peradilan Agama, dimana ketika sedang berlangsungnya perkenalan jurusan yang diselenggarakan oleh BEMJ masing-masing, termasuk BEMJ Peradilan Agama untuk mahasiswa barunya di salah satu ruangan di FSH, tiba-tiba salah seorang personil BEM FSH yang memasuki ruangan tersebut spontan dengan nada sedikit tinggi berteriak menyuruh mahasiswa baru untuk melepaskan atribut jurusan yang sedang mereka pakai. Tentunya teriakan itu memicu keributan kecil antara pihak BEMJ PA dengan BEM FSH. Namun untungnya kesalahpahaman ini segera dapat diluruskan, sehingga suasana kembali tenang.

Sewaktu Hakam meminta penjelasan dari ketua Propesa BEMJ PA seputar peristiwa tersebut, dia menjelaskan bahwa sebenarnya dalam rapat gabungan antara PANPROP Pusat dan PANPROP Fakultas sudah dibahas bahwa dibolehkan memakai atribut yang disediakan Jurusan dengan catatan bahwa atribut itu hanya boleh dipakai ketika acara jurusan saja, dan harus dilepas ketika acara gabungan di Fakultas. Jadi tidak ada salahnya panitia propesa jurusan menyuruh peserta untuk memakai atribut khusus jurusan disaat acara jurusan.

Tapi ketika Hakam menanyakan akan kelancaran secara umum acara propesa kemarin, mahasiswa semester 5 selaku Ketua Panitia itu mengatakan: “Alhamdulillah walau ada sedikit keributan tapi itu tidak mengganggu acara, justeru yang saya sayangkan acara propesa kemarin terlihat kurang persiapan sehingga banyak acara yang berbentrokkan”. Dia menyarankan agar acara propesa tahun depan lebih matang lagi persiapannya, terutama segi manajemen waktu kegiatan, agar tujuan dari propesa sebagai ajang perkenalan bagi mahasiswa baru dengan kampusnya benar-benar dapat tercapai. Di ujung pemaparannya ketua propesa yang akrab dipanggil dengan Muntee itu mengatakan bahwa propesa yang rencananya akan diadakan pada tanggal 20-an Agustus, harus dimajukan pada tanggal 18-19 Agustus karena bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, dampaknya persiapan acara menjadi kurang mantap.

Amanah Akademis Terhadap Mahasiswa Syari'ah & Hukum

Dr. Phil. JM. Muslimin, MA.*

Documenter - Agenda aplikasi Syari’ah di Indonesia masih sering dipahami sebatas penerapan hukum pidana syari’ah yang dipersepsikan sebagai antitesa prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Syari’ah dalam konteks ini belum dimaknai sebagai nilai-nilai luhur yang digali dari prinsip Ilahiah (transcendental) yang berisi ajaran tentang pembebasan (liberation) dan kemanusiaan (humanistic values), suatu ajaran yang berintikan paduan antara visi ketuhanan dan pengalaman riil manusia sepanjang sejarahnya dalam menemukan formula resolusi konflik (nilai dan formula hukum) untuk keberlangsungan eksistensialnya secara lahiriyah maupun bathiniyah. Allah berfirman:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik." (QS. Al-Imran: 110)
"Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui." (QS. Al-Jatsiyah: 18)
Satu hal yang patut disyukuri, dewasa ini seiring mulai meratanya pendidikan Islam di berbagai pelosok negeri, pemahaman tentang syari’ah terasa mulai membaik. Ada kemauan berbagai pihak untuk memahami, mendalami, dan mempraktekkan hakikat syari’ah. Pada sektor bisnis keuangan dan perbankan misalnya, mulai digali dan diterapkan nilai-nilai syari’ah. Terkait kehormatan perempuan dan sikap serba boleh (permissif) sudah ada UU Anti Pornografi dan Pornoaksi (UU APP). Di beberapa kegiatan (termasuk tayangan popular sinetron media elektronik), masyarakat juga semakin akrab dengan terminology syari’ah, ada tayangan film berjudul Ketika Cinta Bertasbih, Sang Murabbi, Laskar Pelangi, dan lain-lain yang tersirat dan tersurat di dalamnya tentang perlunya manusia Indonesia selalu berpijak dari jiwa masyarakatnya (volksgeist) yang berlandaskan hakikat syari’ah.

Terlepas dari kekurangan yang ada, secara langsung maupun tidak langsung, kondisi ini diprediksikan dapat secara lambat tetapi pasti menghilangkan sikap antipati terhadap syari’ah (syari’ah phobia). Jika situasi demikian terus berlangsung, maka pada gilirannya akan menciptakan suasana yang ramah bagi adanya “ruang dialog” antara syari’ah, perundang-undangan positif, dan realitas kekinian secara obyektif, partisipatif, demokratis dan tidak terbayang-bayangi oleh beban sejarah.

Dialog antara syari’ah dan realitas kemasyarakatan modern terus perlu dilakukan. Syari’ah tidak boleh menjadi nilai dan kerangka pemahaman yang memfosil, syari’ah memiliki daya fleksibilitas dan kreatifitas yang tinggi seperti telah ditunjukkan oleh para pemikirnya sepanjang zaman. Ibarat pohon, syari’ah dapat ditanam dimanapun meski dengan kondisi kesuburan tanah yang berbeda-beda.

Dengan kata lain, dalam konteks negara kebangsaan (nation state) seperti Indoneisa, syari’ah dapat berfungsi sebagai substansi nilai yang potensial untuk memberikan akar bagi tumbuhnya ketaatan yang murni (pure legal obedience) dan tulus terhadap konstitusi dan perundang-undangan yang ada. Ia hadir untuk memberikan makna bahwa hidup berbangsa dan bernegara memerlukan ruh, semangat ketulusan, rasa memiliki dan komitmen terhadap konsensus serta keputusan hukum bersama, sebagai kelanjutan dari adanya kedalaman penghayatan dan keterpanggilan yang tumbuh dan berkembang dari pemaknaan hidup yang berdimensi keahlian (religious meaning of life).

Pada keterkaitan pemaknaan yang demikian, maka perangkat dan produk perundang-undangan yang ada bukanlah semata aturan duniawi (profane) yang hanya layak untuk dijadikan acuan kognitif dan otak-atik pengertian semantic perundang-undangan (Begriff und Normwissenschaft) dalam sengketa dan pendebatan teknis yuridis formil, tetapi lahir dan ada untuk ditaati dan dijadikan pedoman berdasarkan ketulusan dan kemurnian prinsip ketaatan. Maka melalui syari’ah, manusia Indonesia pada dasarnya dapat diajarkan untuk “hormat konstitusi dan taat kitab suci”. Allah berfirman:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. # Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa’: 58-59)
Karena syari’ah pada prakteknya juga dapat dimaknai sebagai seperangkat nilai yang sudah dikembangkan sebagai suatu disiplin ilmu, maka teoretisasi dan sejarah pemikiran syari’ah sudah melahirkan derivasi epistemologis dan tekhnis keilmuan secar relatif detail. Dikenallah kemudian, klasifikasi bidang keilmuan syari’ah yang dipengaruhi oleh tradisi keilmuan hukum sipil/continental (civil law): hukum tentang perseorangan dan keluarga (Fiqh al-Akhwal as-Syakhsiyyah), hukum tentang harta benda (al-Ahkam al-Maliyyah), hukum publik/pidana (al-Ahkam al-Jinayyah), dan seterusnya.

Sayangnya, karena dualisme tradisi pendidikan (pendidikan umum dan keagamaan) di negara-negara Muslim, maka tradisi keilmuan yang bersifat saling memperkarya dan meminjam antara ilmu-ilmu syari’ah dan ilmu hukum tidak dapat berkembang. Lebih jauh, secara perlahan-lahan seiring dengan memudarnya tradisi ijtihad, maka proses saling meminjam dan memperkarya itu berubah menjadi tradisi keilmuan dan sikap ilmuwan yang defensif, menolak, dan tertutup. Arah dan penajaman spesialisasi keilmuan, kemudian lebih menunjang keberlangsungan dualisme tersebut. Dus, tidak mudah untuk mengembangkan keilmuan syari’ah secara dialektis: saling meminjam dan mengisi diantara keilmuan syari’ah dan hukum.

Tidak dapat dipungkiri, memang ada problem filosofis dan ontologi keilmuan antara ilmu syari’ah dan ilmu hukum. Satu contoh saja, dalam ilmu-ilmu syari’ah dikenal nilai hukum yang tidak dapat berubah (qathiyyat). Sementara, dalam ilmu hukum (terutama madzhab Freirechtslehre) nilai hukum itu diciptakan oleh manusia dan sepenuhnya bergantung kepada kesepakatan manusia tentang apa yang dianggap sebagai nilai yang berubah dan nilai yang tetap.

Contoh yang lain adalah bentuk sanksi dalam hukum. Dalam pandangan sebagian besar fuqaha, bentuk sanksi dalam tradisi pemikiran hukum Islam sudah final dan tidak ada ruang kreasi manusia di dalamnya. Bentuk itu sudah sedemikian rupa diberikan oleh Allah. Sementara, dalam pemikiran pemidanaan dalam perspektif ilmu hukum dan kriminologi, sanksi itu dapat dimodifikasi tergantung pada apakah pijakan pikiran tentang sanksi itu bersifat rehabilitatif atau tekanannya pada pemberian hukuman yang berat dan berupa fisik yang arahnya adalah menimbulkan efek jera bagi si pelaku sekaligus peringatan bagi manusia yang lain (bersifat fisik dan personal).

Dalam perspektif rehabilitatif, maka pandangannya adalah kesalahan individu itu bersifat juga kesalahan kolektif. Manusia mencuri bukan karena semata kesalahan yang bersangkutan, tetapi hal itu juga didorong oleh sistem sosial ekonomi yang membuat dia sebagai pencuri. Dengan demikian tugas pemidanaan adalah menormalkan kembali si pelaku kejahatan dan tidak hanya fokus pada penjeraan dengan hukuman fisik. Dalam perspektif demikian, tidak ada istilah penjara, tetapi yang ada adalah Lembaga Pemasyarakatan. Di sisi lain, sanksi dalam perspektif personal dan fisik lebih memfokuskan pada tindak kriminalitas yang dilakukan adalah kesalahan individu dan hukuman yang diberikan harus berorientasi pada pembebanan fisik untuk pelaku sehingga menimbulkan efek jera baginya dan peringatan bagi ‘calon’ pelaku. Maka dalam kerangka demikian, pelaku tindak pidana dimasukkan ke dalam Penjara.

Daerah model pemikiran dan contoh praktek tersebut masih dapat diperbanyak dan lebih diperdalam. Untuk pendalaman dan penajaman, setiap mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Jakarta sudah selayaknya mulai berfikir untuk:
  1. Memperkaya literatur bacaan tentang ilmu-ilmu kesyari’ahan dan ilmu hukum dalam bingkai pemikiran semi popular dan kontemporer.
  2. Ikut meletakkan pondasi awal bagi berkembangnya ilmu-ilmu kesyari’ahan dan ilmu hukum dalam perspektif perbandingan.
  3. Memperbanyak diskursus acuan epistemologi pemikiran kesyari’ahan dalam merespon problematika kontemporer.
  4. Terlibat aktif dalam arus ilmiah yang dapat digunakan untuk pengkayaan teoritis, praktek keilmuan dan alternatif solusi, khususnya di bidang hukum dan syari’ah.
  5. Mendorong untuk terus adanya proses pembelajaran yang integratif, antara teori dan praktek profesi keilmuan.
Inilah amanah akademis yang diemban setiap mahasiswa Fakultas Syari'ah & Hukum!

*Pembantu Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Syari'ah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah. Pernah dimuat dalam Buletin Hakam Peradilan Agama, Edisi November 2009.

Sewa Sampan, Para Penambang Pasir


Documenter - Hampir sepanjang jalan di daerah Tangerang Selatan, dari Pamulang hingga Serpong kondisi jalan banyak yang berlubang, terutama saat mendekati sungai Cisadane. Kondisi jalan raya banyak yang pecah, dengan ruas jalan raya yang cukup sempit, dan di sana banyak melintas truk-truk pengakut pasir.

Pasir-pasir yang diangkut dari sungai Cisadane, mereka yang menaikkan pasir dari sungai atau biasa disebut sebagai penambang pasir terbagi menjadi dua, ada yang masih tradisional yang hanya menggunakan perahu sampan. Sedangkan mereka para perusahaan besar, mereka menggunakan mesin untuk menyedot pasir.

Bagaimana pendapatan yang diperoleh para penambang pasir tersebut? Bagaimana kalau ada pekerjanya yang menimpa musibah dalam pekerjaan tersebut? Dan bagaimana bisa seorang kakek tua yang berusia 70 tahunan, masih kuat untuk menyekop pasir pada siang hari yang sangat terik? Selengkapnya

Tolak Senat, Pertahankan SG

Hampir lebih dari satu tahun mahasiswa UIN Jakarta berada dalam kebimbangan dan kevakuman terkait sistem kepemerintahan mahasiswa yang ada. Sejak dibekukannya BEM-Universitas (Badan Eksekutif Mahasiswa), mahasiswa kian diombang-ambing dalam kebimbangan dalam menentukan sikap. Hal ini berakibat fatal kepada berlangsungnya roda kepemimpinan yang berlangsung di mahasiswa itu sendiri. Berbagai problem mulai datang menghampiri, dimulai dari tidak leluasanya mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan Propesa (Program Pengenalan Studi dan Almamater), hingga sulitnya mengucurkan anggaran kegiatan bagi BEM pada masing-masing tingkatan, yang berujung pada banyaknya dana mahasiswa yang telah mengendap dan hilang entah kemana.

Tentunya semua permasalahan ini tak datang secara alami. Ia tidak datang karena perintah kun fayakuun, tapi semua problem yang timbul tak lain dan tak bukan merupakan kesalahan sistemik yang telah dilakukan oleh pihak Rektorat dan Dekanat terkait ikut campurnya mereka dalam menentukan arah kedaulatan di tubuh lembaga kemahasiswaan. Hal ini dapat dibuktikan dengan hadirnya SK Rektor yang dikeluarkan oleh kampus terkait mekanisme pemilihan pimpinan lembaga kemahasiswaan yang semua itu merupakan produk turunan dari SK Dirjen tentang POK (Pedoman Organisasi Kemahasiswaan). Apa sebenarnya yang diinginkan oleh kampus terkait hal ini? Kenapa senat menjadi pilihan Rektorat untuk menertibkan lembaga kemahasiswaan yang selama ini dianggap sebagai biamg kerok dari setiap keributan yang terjadi dalam pemilu raya kampus?

Jawabannya mungkin tak dapat kita temukan di bangku perkuliahan, ataupun dapat kita baca dalam silabus mata kuliah yang diberikan. Semua ini tidak lain diciptakan untuk mengembalikan mahasiswa ke zaman di mana mahasiswa hanya ditugaskan untuk untuk taat pada peraturan kampus hingga membentuk mental mahasiswa yang anti kritik, akademis buta, dan tidak peka terhadap realita yang ada. Bukankah anggaran yang ada merupakan hak kita untuk kita pakai guna aktualisasi pengembangan kreatifitas dan intelektualitas kita di dalam kampus? Bukankah kita berhak untuk menikmati sistem demokrasi yang juga merupakan sistem yang dianut negara kita ini?

Senat merupakan sistem baru dalam pemilihan ketua lembaga kemahasiswaan yang ada di kampus, yang juga belum jelas mekanismenya, yang ternyata juga memangkas proses demokrasi bagi mahasiswa itu sendiri. Bila SG (Student Government) dianggap buruk dan dapat merugikan mahasiswa, mengapa di dalam statuta UIN terdapat pasal yang mengatakan bahwa “Lembaga Kemahasiswaan diatur oleh, dari, dan untuk mahasiswa”. Siapa sebenarnya yang telah menjadi pikun, atau pura-pura lupa terhadap aturan dalam negeri sendiri?

Saatnya kita sebagai mahasiswa yang berdaulat bangkit, memperjuangkan hak-hak kita, menuntut apa yang seharusnya tak diganggu oleh pihak Rektorat dan Dekanat. Dengan ini, kami mahasiswa UIN Jakarta menuntut kepada pihak Rektorat terutama Rektor dan PUREK III Bidang Kemahasiswaan, untuk segera memenuhi tuntutan kami sebagai berikut:
  1. Cabut SK Rektor mengenai pelaksanaan Senat di kampus UIN Jakarta.
  2. Berlakukan kembali SG sebagai sistem baku dalam lembaga kemahasiswaan UIN Jakarta.

Karyawan Terlibat, Mahasiswa Dirawat

Documenter - Pemuda yang bernama Ta’miruddin Sya’bana dengan terbata-bata mencoba menjelaskan bagaimana saat kejadiaan menimpa dirinya, sambil menahan rasa mual, ia yang masih terdaftar sebagai sebagai mahasiswa UIN Jakarta, Fakulatas Ilmu Dakwah dan Komunikasi (Fidkom) semester tiga, dan ia juga mengikuti salah satu organisasi mahasiswa PMII.

"Masih pusing, mual, dan dada masih terasa sesak saat bernapas”, ungkap laki-laki tersebut secara lirih. Tangannya mengelus bagian belakang kepala, seakan ingin menunjukkan sebuah luka yang dideritanya akibat benturan, lalu ia mengelus dada sebuah akibat sebuah kaki yang beralaskan sepatu pantofel melayang dan mendarat tepat mengenai dadanya.

Dan ternyata ia bukan hanya satu-satunya korban dari kerusahan tersebut, masih terdapat beberapa kawan-kawanya yang juga harus mendapatkan perawatan medis, yakni Ahmad Syukron dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Ahmad Rifa’i dari Fakutas Ilmu Tarbiah dan Keguruan (FITK), Nur Wardu Fakultas Syari’ah dan Hukum (FSH) yang sama-sama aktif di PMII, dan masih terdapat teman-teman dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sedangkan korban luka pukul lainnya masih banyak. Bagaimana peristiwa ini terjadi? 

Tata Tertib Wisuda Sarjana Ke 86

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN AKADEMIK 2012/2013
  1. Wisuda dilaksanakan pada hari Sabtu, 28 Januari 2012 mulai pukul 07.30 WIB, bertempat di Auditorium Prof. Dr. Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
  2. Gladi resik diadakan hari Kamis, 26 Oktober 2012 pukul 08.00 WIB, bertempat di Auditorium Prof. Dr. Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat.
  3. Pada hari wisuda, Sabtu, 28 Januari 2012 pukul 07.30 WIB, seluruh calon Wisudawan/Wisudawati sudah berada di halaman depan Gedung Rektorat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
  4. Pukul 07.30 WIB, calon Wisudawan/Wisudawati mulai memasuki ruang upacara, kepada Wisudawan/Wisudawati yang terlambat, terlebih dahulu melapor kepada Panitia untuk penyesuaian kursi tempat duduk.
  5. Pukul 08.30 WIB, calon Wisudawan/Wisudawati sudah menempati tempat duduk yang telah ditentukan dan tidak diperkenankan untuk acara photo/mengambil gambar, dan lain-lain.
  6. Pakaian Wisudawan/Wisudawati: Putera (celana warna gelap, baju toga, topi sarjana, kalung wisuda) dan Puteri (kain batik/sejenis, baju toga, kerudung putih, topi sarjana, kalung wisuda).
  7. Pukul 08.30 WIB, prosesi memasuki ruangan upacara.
  8. Calon Wisudawan/Wisudawati yang datang sesudah prosesi memasuki ruang upacara, tidak diperkenankan memasuki ruangan upacara, tanpa seizin panitia.
  9. Selama upacara wisuda berlangsung Wisudawan/Wisudawati dan undangan; tidak diperkenankan membawa makanan, anak kecil, kamera, menghidupkan handphone (HP) ke dalam ruangan upacara (Auditorium), bersuara gaduh, dan berperilaku tidak sopan.
  10. Undangan bagi keluarga Wisudawan/Wisudawati berlaku masing-masing untuk 2 (dua) orang, ditempatkan di Balkon, Wing A, Wing B Gedung Auditorium Prof. Dr. Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
  11. Parkir kendaraan bagi Wisudawan/Wisudawati disediakan di Kampus UIN Syarif Hidayatullah, di area perparkiran Fakultas masing-masing, masuk melalui Gerbang Pos Satpam atas (Pintu Masuk), dan keluar melalui Gerbang Pos Satpam bawah (Pintu Keluar), halaman Bank BNI, dan Lapangan Sepak Bola UIN Jakarta.
  12. Album dan Jurnal Wisuda dapat diambil pada acara hari pelaksanaan wisuda, bersamaan dengan pengambilan konsumsi/snack Wisudawan/Wisudawati dan keluarga di Pintu Gedung Auditorium Prof. Dr. Harun Nasution, dari pukul 08.00 s/d 13.00 WIB, dengan menukarkan KUPON KONSUMSI.
  13. Para calon Wisudawan/Wisudawati wajib mematuhi tata tertib ini, agar upacara wisuda mulai persiapan sampai dengan pelaksanaannya dapat berjalan dengan khidmat, tertib, dan lancar.
LAIN-LAIN:
  • Ijazah dan Transkrip Nilai dapat diambil mulai tanggal 15 Februari 2012, di Bagian Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari dan jam kerja.
  • Pengambilan Photo Pelantikan Wisuda mulai tanggal 15 s/d 22 Februari 2012, di Gedung Aula Madya pada hari dan jam kerja, mulai pukul 09.00 s/d 14.00 WIB.
  • Pengambilan VCD Pelantikan Wisuda mulai tanggal 13 s/d 22 Februari 2012, di Bagian Sistem Informasi/Humas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada setiap hari dan jam kerja.
  • Bagi Wisudawan/Wisudawati dan keluarga yang tempat tinggalnya jauh dari kampus UIN, dapat bermalam di "SYAHIDA INN" (Wisma Syahida) Kampus UIN Jakarta, Jl. Kertamukti No.5 Cirendeu Ciputat - Telp. (021) 7403422, ketentuan berlaku.
Sumber: Surat Edaran yang diedarkan pada 16 Januari 2012 di Jakarta dan ditandatangani oleh Dr. H. Sumuran Harahap, MH., MM., M.Ag., M.Si. (NIP. 19530326 197903 1 002). Beliau juga sekaligus sebagai Ketua Penyelenggara dan atas nama Rektor Kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan.